Suara.com - Bidang telekomunikasi informasi belum bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Perkembangan perusahaan bidang telekomunikasi-informatika dan bisnis digital sangat masif di Indonesia. Sementara pengaturannya masih sangat lemah, sehingga merugikan pemain nasional skala menengah-kecil. Sehingga Start-up akan sulit berkompetisi.
“Kelemahan regulasi akan memberi peluang bagi pengambil kebijakan bidang telekomunikasi-informatika untuk mengambil kebijakan ‘suka-suka’, sehingga rawan konflik kepentingan dan marak gejala mal-administrasi”, kata Alamsyah Saragih, Anggota Ombudsman RI.
Dengan kosongnya regulasi yang adaptif dan sejalan dengan perkembangan zaman, kinerja Kominfo cenderung sporadis dan autopilot.
Baca Juga: Kebijakan Kemenkominfo Belum Pro Dunia Digital
“Menteri Kominfo sebagai 'kapten' tidak memerankan peran-peran yang strategis dan menjangkau macro-policy dan kurang melindungi pelaku bisnis digital skala menengah-kecil”, ujar dia.
Buktinya menurut Alamsyah, pembuatan maupun perubahan regulasi inti mangkrak. Terjadi penundaan berlarut dan daluwarsa sebut saja RUU perlindungan data pribadi, ruu radio dan televisi, RUU Pos, RUU Konvergensi telematika dan RUU penyiaran.
“Padahal kita tahu berapa mahal biaya sudah keluar untuk regulasi tersebut. Kok nyaman menunda regulasi? Apa ada kepentingan?” Ujar Alamsyah.
Hal ini akan berakibat fungsi regulator mengalami kekacauan dan marak potensi maladministrasi. “Sebut saja absennya pengawasan perang tarif melalui skema promo di mana hal itu merugikan negara dan industri.” kata dia.
Selain itu menurut Alamsyah Saragih, banyak hal tidak beres dan inkonsisten terkait perlindungan data pribadi, penetapan biaya interkoneksi bahkan molor empat tahun. Belum lagi pengadaan alat sensor yang nilainya fantastis tapi hasilnya tidak jelas. Dalam banyak kesempatan Ombudsman mewanti Kementerian Kominfo terutama terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah maupun Rancangan Peraturan Menteri.
Baca Juga: Rangsang Kemunculan 'Unicorn', Kemenkominfo Gelar NextICorn 2017
“Sebut saja lelang frekuensi tanpa komitmen pembangunan daerah sepi pelanggan. Juga Ada rencana marger dan akuisisi di tahun politik, ini ada apa? Ia pun melanjutkan, kelemahan regulasi akan memberi peluang untuk melakukan pengaturan suka suka, rawan konflik kepentingan dan marak gejala maladministrasi. Jangan sampai kebijakan berpeluang mal-administrasi” kata Alamsyah.