GoPro Berhenti Jualan Drone, Kok Bisa?

Rabu, 10 Januari 2018 | 16:32 WIB
GoPro Berhenti Jualan Drone, Kok Bisa?
Drone GoPro Karma dipamerkan di Kuala Lumpur, Malaysia pada September 2017. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - GoPro, pada pekan ini, secara resmi mengumumkan keluar dari bisnis drone. Keputusan ini diambil GoPro karena menilai pasar drone yang semakin kompetitif dan kian ketatnya regulasi terkait drone di pasar Amerika Serikat serta Eropa.

Dalam laporan keuangan kuartal terakhir 2017 yang diumumkan Senin (8/1/2018), GoPro mengatakan bahwa Karma adalah drone terakhir yang diproduksi dan dipasarkannya.

"Meski Karma berhasil menduduki urutan kedua di pasar, dalam segmen harganya pada 2017, tapi produk ini menghadapi persaingan yang sangat ketat," tulis GoPro dalam laporannya.

"Lebih jauh, regulasi yang ketat di Eropa dan AS diperkirakan akan memangkas total pasar dalam beberapa tahun ke depan. Faktor-faktor ini membuat pasar (produk) aerial tak lagi bisa diisi dan GoPro akan keluar dari pasar setelah menjual unit-unit Karma yang tersisa," lanjut GoPro.

"GoPro akan terus menyediakan layanan dan dukungan bagi para konsumen pemilik Karma," beber GoPro lebih lanjut.

Meski bisa dibilang sebagai salah satu perintis di bisnis drone bagi para penghobi, GoPro kini menghadapai persaingan ketat dari beberapa pendatang baru, terutama DJI yang berasal dari Cina.

Adapun Karma, yang diluncurkan pada akhir 2016 lalu, dinilai tak berhasil mengangkat GoPro karena dibanderol terlalu mahal dan memiliki cacat bawaan. Pada November 2017, GoPro bahkan menarik kembali Karma karena diduga memiliki cacat pada sistem tenaganya.

Dalam laporan keuangan itu sendiri GoPro mengungkapkan bahwa pendapatan mereka untuk kuartal keempat 2017 adalah sebesar 340 juta dolar AS. Angka itu adalah penurunan signifikan dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun 2016.

Bersamaa dengan pengumuman mundur tersebut, GoPro juga mengumumkan bahwa mereka telah merumahkan ratusan staf dan mengurangi kompensasi yang diterima CEO Nicholas Woodman pada 2018.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI