Indonesia Akan Saksikan Fenomena Langka Bulan pada 31 Januari

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 04 Januari 2018 | 18:51 WIB
Indonesia Akan Saksikan Fenomena Langka Bulan pada 31 Januari
Fenomena supermoon terlihat di Beijing, Cina pada Senin (14/11) [AFP/Greg Baker].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada 31 Januari mendatang Bulan akan menampilkan fenomena langka di langit yang hanya terjadi 150 tahun sekali, demikian diwartakan oleh Miami Herald, Rabu (3/1/2018).

Tiga peristiwa langit akan terjadi secara simultan pada Rabu malam itu, sehingga menghasilkan apa yang disebut sebagai "super blue blood moon eclipse".

Super moon, seperti yang terjadi pada malam tahun baru kemarin, adalah istilah untuk menyebut fenomena ketika Bulan tampak lebih besar dan terang dari biasanya di langit. Itu terjadi karena Bulan sedang berada di titik terdekatnya dengan Bumi.

Pada 31 Januari nanti, Bulan purnama akan kembali menghiasi langit dan peristiwa ini - ketika bulan purnama terjadi dua kali dalam sebulan - disebut sebagai "blue moon".

Selain itu, pada malam yang sama akan terjadi gerhana Bulan total. Meski demikian, tak semua wilayah di Bumi bisa melihat gerhana Bulan total ini. Orang-orang di Asia, terutama di Indonesia, dan Australia serta Selandia Baru yang diberkati dengan pemandangan langka ini.

Yang lebih unik lagi, ketika terjadi gerhana, cahaya yang dipancarkan bulan akan berwarna kebiruan karena disaring sedemikian rupa oleh atmosfer Bumi. Sementara pantulan cahayanya akan berwarna kemerahan, sehingga dijuluki "blood moon".

Meski demikian, menurut para ilmuwan, fenomena langka ini tak memiliki implikasi berarti terhadap kehidupan manusia di Bumi. Yang terpenting, selain keindahan yang akan dipamerkan Bulan pada 31 Januari malam, fenomena langka itu diharapkan bisa memantik keingintahuan publik terhadap sains.

"Segala hal yang membuat publik penasaran pada ilmu pengetahuan dan membuat mereka sadar bahwa sains adalah penting, adalah hal yang baik," kata Sarab Noble, seorang ilmuwan dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI