Suara.com - Pakar keamanan siber Pratama Persadha memperingatkan bahwa serangan siber yang lebih masif berpotensi terjadi di 2018. Menurutnya, malware semacam Wannacry yang kemungkinan besar hadir kembali di tahun depan.
“Wannacry dan NoPetya hanya dua dari ribuan ransomware yang tercuri dari CIA. Kita tak pernah tahu kapan dan dimana ransomware lainnya akan mereka deploy," ujar chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) dala rilis resmi.
Ia melanjutkan bahwa malware di 2018 akan lebih aktif menyerang perangkat mobile. Hal itu, terungkap melalui bocoran dari Wikileaks.
“Ransomware yang akan massif menyerang ke depan diperkirakan juga sudah bisa menginfeksi smartphone android, juga iOS pada iPhone. Dari bocoran wikileaks bahkan malware semacam itu memang sudah dikembangkan oleh CIA, sehingga negara memang sudah sepatutnya waspada,” jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Evaluasi Layanan Kereta Api Bandara Soekarno - Hatta
Lelaki yang juga pernah menjabat sebagai ketua tim IT kepresidenan itu menyampaikan agar pemerintah senantiasa melakukan prosedur yang tepat agar malware tidak menyerang infrstruktur strategis tanah air.
Secara khusus, ia juga meminta agar Badan Siber dan Sandi Negara lebih cepat difungsikan. Langkah tersebut dinilai dapat menjadi salah satu solusi untuk menangkal serangan siber yang mengancam kedaulatan negara.
"Dengan adanya Badan Siber dan Sandi Negara, seharusnya SOP menghadapi serangan ransomware seperti wannacry bisa dengan mudah dilaksanakan dan disosialisasikan," tutupnya.
Ancaman siber terhadap Indonesia memang meningkat dari tahun ke tahun. Data Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordinator Center (Id-SIRTII/CC) pada November 2017, mencatat bahwa terdapat 205.502.159 serangan di Indonesia.
Baca Juga: KLB Difteri, Sandiaga Sudah Divaksin, Warga Diajak Waspada