Studi UMS: Penyebar Konten Radikal Banyak Sarjana

Senin, 04 Desember 2017 | 17:47 WIB
Studi UMS: Penyebar Konten Radikal Banyak Sarjana
Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar hasil penelitian Radikalisme di Website dan Media Sosial (Medsos), di Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin (4/12).[Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagian besar penyebar konten-konten radikal di media sosial Indonesia rupanya rata-rata berpendidikan sarjana, berkebalikan dengan kepercayaan umum bahwa mereka memiliki tingkat pendidikan rendah demikian salah satu hasil riset yang digelar oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS).

Temuan yang diumumkan dalam diskusi bertajuk "Diseminasi Hasil Penelitian Radikalisme dalam Website dan Media Sosial" di Jakarta itu meneliti tentang konten-konten radikalisme yang tersebar di website dan media sosial.

"Itu yang agak ngeri. Mereka itu kebanyakan bukan lulusan SD atau SMP. Sarjana aja bisa kayak gitu kelakuannya," kata M Subkhi Ridho, salah satu peneliti, dalam acara yang digelar Senin (4/12/2017).

Dalam penelitian itu Subkhi dkk meneliti tiga media sosial, yakni Facebook, Instagram, dan Twitter. Dalam analisisnya mereka menggunakan peranti Node XL dan melakukan wawancara terhadap para pemilik akun media sosial.

Dari penelitian mereka ditemukan bahwa Facebook merupakan media sosial favorit pada penyebar konten radikal.

"Walaupun tidak populer di generasi Z, Facebook tetap dominan digunakan. Hal ini disebabkan Facebook yang memiliki jumlah pengguna terbanyak," kata Subkhi.

Salah satu yang menyebabkan Facebook lebih disukai adalah kemampuannya untuk melakukan siaran langsung, unggah video, dan menciptakan status yang variatif.

Selain Facebook, Twitter juga menjadi medsos favorit untuk menyebarkan konten radikal. Konsepnya yang real time dalam menyebarkan informasi membuat medsos berlogo burung biru disukai para penyebar konten radikal.

Temuan yang lain diungkap para peneliti adalah dominasi akun yang menggunakan identitas palsu dalam menyebarkan konten berbau radikal di media sosial.

"Akun-akun palsu tersebut biasanya menggunakan nama-nama yang tidak lazim dalam menyebarkan konten radikal," lanjutnya.

Kemudian mengenai latar belakang penyebar konten, Subkhi mengungkapkan bahwa 70 persen dari mereka berjenis kelamin laki-laki. Uniknya, penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa kebanyakan dari mereka telah memiliki gelar sarjana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI