Korban dan Penyebar Hoax Biasanya Malas Membaca

Kamis, 30 November 2017 | 21:16 WIB
Korban dan Penyebar Hoax Biasanya Malas Membaca
Ilustrasi kabar hoax. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berita palsu (hoax), khususnya yang berkaitan dengan perpolitikan Indonesia, berserakan di jagad maya. Di saat yang sama, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, sehingga kabar palsu tadi dengan mudah disebarkan.

Demikianlah benang merah dari diskusi "Perang Teknologi Generasi Milenial" yang digelar organisasi sayap PDI Perjuangan, Taruna Merah Putih, pada Kamis (30/11/2017) di kantor DPP Taruna Merah Putih di Jakarta.

Pembicara di diskusi tersebut ialah Staf Ahli Presiden Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi, Agustinus Eko Rahardjo; Dosen Ilmu Komunikasi London School of Public Relations (LSPR), Edhy Aruman; Praktisi Media Sosial, Hariadhi; dan Pembuat Aplikasi E-Tani, Davyn Sudirjo.

Agustinus mengatakan, jumlah pengguna internet di Indonesia sangat besar. Dari jumlah penduduk yang kini sekitar 262 juta jiwa, 132 juta di antaranya sudah terhubung ke internet.

Sebanyak 106 juta orang aktif di media sosial dan ada 92 juta di antara yang menggunakannya secara aktif via ponsel pintar (active mobile social user). Adapun jumlah SIM Card yang beredar ialah 371,4 juta.
Mereka juga aktif menggunakan berbagai platform media sosial tempat berbagai informasi beredar luas.

"Sekarang era banjir informasi. Belum selesai satu platform, muncul lagi platform lain. Itu semua terjadi dengan begitu cepat," kata Agustinus.

Tetapi sayangnya di sisi lain, jelas dia, minat membaca masyarakat Indonesia amat rendah.

"Orang Indonesia (rata-rata) hanya baca 27 halaman per tahun. Indonesia urutan ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Baca koran itu 12-15 menit per hari," paparnya.

Di kondisi saat ini, hoax politik bertebaran. Agustinus mencontohkan bagaimana hebohnya hoax soal 10 juta tenaga kerja dari Cina masuk Indonesia, lengkap dengan gambar banyaknya warga Cina yang memadati bandara.

Menurut dia, gambar itu itu sebenarnya adalah gambar di negara lain namun dipelintir keterangannya. Angka 10 juta pun merupakan target wisatawan di Indonesia yang dipelintir.

"Pemerintah akan membalas dengan data. Kami akan membalas dengan meme dan data. Kalau hoaxnya sudah keterlaluan, kami akan menempuh jalur hukum," ujar mantan pewarta di CNN Indonesia TV ini.

Ia lalu berharap agar masyarakat mampu lebih kritis dan aktif mencari tahu kabar sebelum membaginya ke pihak lain.

"Keputusan ada di kita, bagaimana kita menghadapinya dengan jari, jempol, dan medsos," imbuh dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI