Suara.com - Berita palsu (hoax) makin marak di jagad internet, tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Hoax dapat disebarkan oleh suatu kelompok dengan tujuan-tujuan tertentu atau oleh masyarakat yang tak kritis sehingga terkecoh.
Dalam diskusi "Perang Teknologi Generasi Milenial" pada Kamis (30/11/2017) di Jakarta, Dosen Ilmu Komunikasi London School of Public Relations (LSPR), Edhy Aruman, menjelaskan bahwa hoax dapat diartikan sebagai informasi yang tak benar tapi dibuat seolah-olah benar.
Hoax juga tumbuh subur di tengah kemajuan teknologi informasi serta semakin banyaknya platfotm media sosial. Menurut Edhy, hoax disebarluaskan melalui kampanye disinformasi canggih oleh suatu kelompok. Tujuannya ialah mempengaruhi opini publik dalam isu tertentu.
Bot di media-media sosial adalah salah satu instrumen yang mereka gunakan untuk membagikannya kepada masyarakat luas.
"Orang-orang di media sosial membagikannya tanpa mengecek ulang. Mereka melakukannya karena merasa 'ini cocok dengan saya', 'ini musuh saya', lalu membagikan ke teman satu pandangan. Entah itu benar atau tidak," papar Edhy dalam diskusi yang diadakan organisasi sayap PDI Perjuangan, Taruna Merah Putih, itu.
Ia juga mewanti-wanti agar media massa berhati-hati hingga tak menjadi bagian dalam penyebaran hoax. Pasalnya, saat ini tekanan kepada para wartawan, khususnya wartawan media massa daring, untuk mencari berita dengan kuota terlalu banyak berpotensi membuat mereka tak awas dalam menyaring dan mengonfirmasi informasi.
"Ada yang harus menulis hingga minimal 10 berita sehari. Dari penelitian saya, 80 persen wartawan mendapat inspirasi berita dari internet," tukas Edhy yang juga mantan wartawan di era Orde Baru itu.