Suara.com - Baru-baru ini, CEO Uber Dara Khosrowshahi mengakui bahwa perusahaan transportasi berbasis aplikasi online yang ia pimpin menjadi korban peretasan di tahun 2016 lalu. Pengakuan itu ia sampaikan melalui siaran pers yang dimuat dalam situs resmi Uber.
Menanggapi insiden ini, Kaspersky Lab melalui Vyacheslav Zakorzhevsky selaku Head of Anti-Malware Research Team di Kaspersky Lab, memberikan pernyataannya bahwa insiden serangan siber terbaru terhadap Uber menjadi bukti lain bahwa saat ini para penjahat siber memfokuskan dan mengarahkan usaha penyerangan mereka lebih kepada perusahaan besar.
Dia memperkirakan, akhir-akhir ini tren tersebut terus meningkat.
"Bila insiden pelanggaran data seperti ini terjadi, maka jangan pernah meremehkan konsekuensi yang ditimbulkannya. Terlebih konsekuensi yang terkait dengan informasi pribadi yang bisa jatuh ke tangan penyusup," ujarnya.
Baca Juga: Tidak Gunakan Layanannya, Perempuan Ini Ditagih Uber Rp12 M
Zakorzhevsky menambahkan, data yang diakses penyusup kelak dapat digunakan untuk serangan terhadap pengguna, dengan menyebarkan malware atau jenis spionase siber. Sebagai contoh, penyerang bisa menjual database curian yang berisi informasi pribadi di pasar gelap, di mana terdapat permintaan yang tinggi akan hal ini.
"Tahun ini kami melihat adanya peningkatan aktivitas kejahatan siber yang menargetkan aplikasi mobile ride-sharing yang populer. Layanan semacam itu akan tetap menjadi target yang menarik, karena kredensial dan data sensitif yang mereka miliki," terang dia.
Akses terhadap informasi ini dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar bagi pengguna namun memiliki manfaat yang tinggi bagi para penjahat.
"Karena itu kami sangat menyarankan agar para pengguna memperhatikan pesan masuk yang dikirim melalui e-mail atau SMS, jangan klik tautan yang mencurigakan, dan hindari pemasangan aplikasi dari sumber yang tidak dikenal," pungkasnya.
Baca Juga: Volvo Bakal Suplai 24 Ribu Mobil Swakemudi ke Uber Mulai 2019