Suara.com - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mungkin tak akan menduduki kursinya di Gedung Putih jika jumlah robot di pasar tenaga kerja AS tak sebanyak seperti saat ini, demikian hasil sebuah penelitian dari para ilmuwan di Universitas Oxford, Inggris seperti dilansir CNBC, Senin (30/10/2017).
Dalam studi itu ditemukan bahwa para buruh di AS yang pekerjaannya direbut oleh robot lebih cenderung memilih Trump ketimbang lawannya Hillary Clinton pada pemilihan umum 2016 lalu.
"Otomatisasi selalu menjadi mesin kesejahteraan," kata Carl Frey, salah satu peneliti dalam studi itu, "Tetapi butuh waktu lama agar manfaatnya terasa dan para pekerja yang tak bisa menemukan pekerjaan lain karenanya akan memusuhi teknologi baru tersebut."
Menurut studi itu tiga negara bagian yang menjadi kunci kemenangan Trump - Michigan, Pennsylvania dan Wisconsin - seharusnya memenangkan Clinton jika saja penggunaan robot di industri-industri AS 2 persen lebih rendah dari kenyataannya.
"Buruh ada pemilih dan jika pemilih melihat otomatisasi sebagai penyebab penderitaan mereka, maka mereka akan memilih sistem politik yang menolak penggunaan robot," jelas Frey.
Lebih lanjut Frey mengatakan bahwa 47 persen lapangan pekerjaan di AS terancam hilang akibat penggunaan robot dan kecerdasan buatan (artificial inteligence).
Adapun dalam studinya Frey juga membandingkan pengadopsian robot di AS dengan Revolusi Industri di AS pada abad 18 sampai 19. Pada masa itu para buruh tekstil yang dikenal sebagai kaum Luddite menggelar protes yang berujung kerusuhan karena pekerjaan mereka diambil alih oleh mesin.
Studi: Donald Trump Menang Pemilu Karena Robot
Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 31 Oktober 2017 | 22:09 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Ellen DeGeneres Benar-Benar Hengkang dari AS Pasca Kemenangan Trump, Anak Elon Musk Menyusul?
22 November 2024 | 04:45 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI