Suara.com - Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, mengatakan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harus segera difungsikan. Pasalnya, Indonesia masih rentan terhadap ancaman siber hingga 2028.
Dalam keterangan resminya kepada Suara.com, Pria yang juga menjabat sebagai chairman lembaga keamanan siber CISSReC menjelaskan ancaman siber sudah mulai merasuki kehidupan bermasyarakat.
'Masyarakat awam kini mulai merasakan ancaman cybercrime. masyarakatnya menjadi pihak paling dirugikan dari ancaman siber, efeknya dapat berupa ATM mati, listrik mati, bahkan gas sebagai penghangat ruangan juga tidak berfungsi,"ungkapnya memberi contoh.
Untuk itu, dia berharap pemerintah dapat mengaktifkan BSSN sebagai garda terdepan negara dalam menangkal serangan siber dari berbagai arah.
Baca Juga: Nasib Badan Siber dan Sandi Negara Terkatung-katung
"Sayangnya, hingga kini BSSN belum resmi disahkan akibat struktur organisasi dan susunan tugas pokok dan fungsi yang belum rampung," jelas mantan ketua tim IT kepresidenan.
Dalam pandangannya, potensi ancaman siber pada 2018 akan bertambah besar jika BSSN masih belum efektif berjalan. Sepanjang 2016 saja, biaya kerugian akibat cybercrime secara global mencapai 450 miliar dolar.
"Angka tersebut bisa terus naik bila para netizen, khususnya di kota besar yang banyak terkait dunia usaha dan pemerintah, masih mempunyai kesadaran siber yang rendah. Kelalaian sederhana bisa berakibat fatal," imbuhnya.
Sebelunya, Wakil Ketua ID-SIRTII, Muhammad Salahuddien, menjelaskan bahwa penundaan ini disebabkan oleh revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 tentang BSSN.
"Ada revisi Perpres, jadi batasan waktu pembentukan BSSN diubah. Kini, masih diproses Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan," paparnya di Jakarta, Jumat (20/10/2017).
Baca Juga: Singapura Jadi Negara Sumber Serangan Siber Terbesar di Dunia