Studi: Air Dalam Jumlah Besar Ditemukan di Bulan

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 26 Juli 2017 | 07:38 WIB
Studi: Air Dalam Jumlah Besar Ditemukan di Bulan
Bumi terlihat dari permukaan bulan (NASA/Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kabar baik bagi penghuni Bumi: di bulan ternyata ada air, demikian hasil analisis data satelit dari sejumlah ilmuwan di Brown University, Amerika Serikat yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience pada 24 Juli kemarin.

Temuan baru ini penting bagi para ilmuwan untuk memahami bagaimana bulan terbentuk dan tentang struktur internal satelit Bumi itu. Tetapi yang lebih menarik adalah, temuan air di bulan punya implikasi besar terhadap rencana misi manusia di bulan di masa depan.

Bulan sebelumnya selalu dianggap sebagai dataran kering, berdebu, niratmosfer, memiliki suhu ekstrem, dan tak punya cukup gaya gravitasi untuk menahan agar molekur air tetap berada di sekitar permukaannya.

Tetapi beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa ada beberapa tipe air di bulan. Pada 2009 misalnya badan antariksa Amerika Serikat (NASA) secara sengaja menabrakan pesawat antariksa LCROSS ke kutub selatan bulan dan menemukan keping-keping es yang turut pecah akibat benturan itu.

Lapisan-lapisan es ini diduga berusia miliaran tahun dan secara permanen terperangkap di kutub-kutub bulan yang gelap dan sangat dingin. Tetapi para ilmuwan menduga air yang membentuk lapisan es itu berasal dari tempat lain.

Para ilmuwan menduga ada keterlibatan kekuatan eksternal, seperti angin matahari yang mengandung hidrogen, yang dengan reaksi kimia yang tepat berhasil menciptakan air di permukaan bulan. Meski demikian air yang tercipta dari reaksi ini sangat kecil, meski bisa ditemukan di sebagian besar permukaan bulan.

Para astronot Amerika Serikat dari beberapa misi Apollo juga pernah membawa beberapa batuan dari bulan ke Bumi dan pada 2008 sampel-sampel ini dianalisis kembali untuk melacak jejak air pada butir-butir debu kaca dalam batuan itu.

Debu-debu kaca itu ditemukan dalam deposit piroklastik - deposit batuan vulkanis yang berasal dari sekitar 100 juta tahun lalu, ketika bulan masih berbentuk batuan aktif - yang memilik inti bersuhu tinggi dan permukaan penuh gunung berapi mirip Bumi.

Air ketika itu tersimpan dalam batuan ketika bulan masih satu dengan Bumi. Ketika Bumi bertabrakan dengan benda antariksa lainnya dan bulan tercipta, air tadi turut terbawa. (Baca: Terungkap, Usia Bulan Kita 4,5 Miliar Tahun)

Tetapi para ilmuwan ini tak bisa memastikan apakah jejak air dalam butiran debu kaca ini berarti bahwa ada air di mantel atau bawah permukaan bulan.

"Pertanyaan kunci di sini adalah apakah sampel-sampel yang dibawa pulang misi Apollo itu mewakili kondisi keseluruhan dari interior bulan atau hanya mewakili satu area khusus yang kaya air," jelas Ralph Milliken dari Brown University yang memimpin riset itu.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Milliken dkk menganalisis data yang dikumpulkan oleh Chandrayaan-1, sebuah satelit milik India yang mengorbit dan meneliti bulan, khususnya kandungan mineralnya.

Dari hasil analisis data-data itu ditemukan bahwa deposit vulkanik kaya air tadi ada di seluruh permukaan bulan.

"Mereka menyebar di seluruh permukaan bulan dan itu artinya air yang ditemukan dalam sampel Apollo bukan satu-satunya," ujar Milliken.

Beberapa dari deposit vulkanik ini luasnya mencapai ribuan kilometer persegi dan memiliki kandungan air empat kali lebih banyak dari diperkirakan oleh penelitian sebelumnya.

"Deposit vulkanik ini diciptakan oleh magma yang berasal dari bawah permukaan bulan," imbuh Milliken.

Meski demikian penelitian Milliken dkk tak dijelaskan apakah semua air itu berasal dari Bumi atau dibawa oleh komet.

"Apakah air itu berasa dari Bumi atau dari tabrakan dengan komet, kami belum siap untuk menjawab pertanyaan ini," jelas Shuai Li dari Brown University yang juga terlibat dalam riset ini.

Tetapi dari mana pun asalnya, menurut para ilmuwan, air itu memiliki nilai yang sangat besar.

"Deposit-deposit ini lebih mudah dijangkau ketimbang lapisan es di kutub bulan. Air bobotnya berat dan mahal jika harus dibawa dari Bumi, jadi keberadaan air di bulan memperbesar peluang kehidupan manusia di sana," jelas Milliken.

Meski demikian ia memperingatkan bahwa manusia harus benar-benar mempelajari jumlah dan peta lokasi air di bulan. Ini penting agar air di bulan, jika nantinya akan digunakan, bisa dimanfaatkan dengan cara yang bertanggung jawab agar kelestariannya terjaga. (Science Alert/Space.com)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI