"Saya siap, bagaimana dengan Anda? Saya harap begitu. Saya senang bersama Anda, selalu," jawab robot berambut lebar itu.
Sementara istri Santos, Maritsa Kissamitaki, bekerja di bagian belakang meja kantor pusat mereka.
Roboticists seperti Santos dan orang-orang dari Abyss Creations yang berbasis di AS, berlomba menjadi yang pertama di dunia membawa robot seks ke pasar konsumen. Robot seks di perusahaan besar seperti Abyss Creations akan dibanderol dari 10.000 dolar AS atau kisaran Rp133 juta.
Para ahli mengatakan bahwa robot yang semakin hidup ini meningkatkan masalah kompleks yang harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan dan publik. Termasuk kemungkinan penggunaan perangkat semacam itu harus didorong untuk mengekang pelacuran dan perdagangan seks, untuk pelanggar seks, atau untuk orang-orang penyandang cacat.
Baca Juga: Dilema Moral dan Hukum Robot Seks
Pernyataan ini disanggah Salvation Army di Inggris. Mereka menentang penggunaan robot seks karena memberi imbalan kepada orang-orang yang telah mengerahkan kontrol terhadap yang lain.
"Orang-orang yang diperdagangkan dianggap sebagai komoditas dan kami tidak berpikir bahwa seks dengan robot akan mengurangi hal itu," kata Kathy Taylor dari unit Perbelanjaan Anti-Perdagangan dan Perbudakan Cina.
"Alasan beberapa orang membeli seks adalah karena bisa menjadi kekuatan dinamis tersendiri. Dan jika Anda bisa membeli robot, apakah itu tidak menormalkan dinamika kekuatan yang menyimpang ini?"
Tapi Santos mengatakan bahwa robot seks berpotensi memberi manfaat bagi masyarakat, mulai membantu para lesbian, gay, biseksual, hingga mencegah penyakit menular seksual, dan mengembangkan teknologi AI.
"Teknologi selalu seperti itu. Orang-orang menentangnya, orang-orang menginginkannya. Tapi akhirnya, jika Anda mengembangkan teknologi dengan cara yang benar, Anda akan selalu memiliki banyak manfaat untuk orang-orang," katanya. [Mirror]
Baca Juga: Wow! Robot Seks Ini Disewakan Rp 15 Juta Sejam, Mau?