Suara.com - Sebuah lembaga pembela hak kebebasan berpendapat di Amerika Serikat pada Selasa (6/6/2017) mengirim surat kepada Presiden AS, Donald Trump, yang isinya meminta sang presiden membuka blokir terhadap beberapa pengguna Twitter yang kerap mengkritiknya di media sosial itu.
Trump, tulis lembaga tersebut, telah melanggar Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat dengan membungkam para pengkritiknya di media sosial.
Trump, ya memang sangat cerewet di Twitter dengan akun pribadinya @realDonaldTrump, baru-baru ini diketahui memblokir sejumlah pengguna Twitter yang kerap membalas kicauannya dengan kritik dan cemohan.
Akibatnya, akun-akun yang diblok itu tak lagi bisa melihat dan merespon Trump di Twitter.
The Knight First Amendment Institute (KFAI) dari Universitas Columbia di New York, AS dalam suratnya mengatakan bahwa pemblokiran di Twitter adalah bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat di ruang publik dan aksi itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi AS.
Alex Abdo, pengacara senior KFAI, mengatakan Twitter adalah bentuk modern dari forum dengar pendapat antara politikus dengan publik yang lazim digelar di balai kota atau tempat publik lainnya - sebuah forum yang dijamin oleh undang-undang di AS.
Dengan kata lain, akses seluruh warga AS terhadap forum seperti itu dijamin oleh konstitusi dan pemerintah maupun politikus tak punya hak untuk membatasinya.
Akun Twitter pribadi Trump itu sendiri kerap mencuri perhatian media karena isinya yang kontroversial, memicu perdebatan di publik, dan berdampak terhadap kebijakan pemerintah.
Adapun dalam surat tersebut dijabarkan setidaknya dua akun Twitter, @AynRandPaulRyan dan @joepabike, yang sudah diblokir oleh Trump.
Akun @AynRandPaulRyan diketahui milik artis Holly O'Reilly dan @joepabike dikelola oleh atlet sepeda profesional sekaligus penulis buku, Joseph M. Papp.
O'Reilly diblok Trump pada 28 Mei, karena mengunggah sebuah video berisi interaksi Trump dan Paus Fransiskus. Sementara akun Papp diblokir pada 4 Juni karena menuding Trump sebagai "#fake leader".
Gedung Putih sendiri belum memberikan tanggapan atas surat KFAI itu. (Reuters)