Suara.com - Presiden Joko Widodo dinobatkan sebagai pemimpin negara Asia Tenggara dan Asia Timur paling populer di media sosial Twitter, karena memiliki jumlah follower paling tinggi dibanding para koleganya dari dua kawasan itu, demikian hasil sebuah studi yang dirilis Kamis (1/6/2017).
Dalam studi Burson-Marsteller bertajuk "Twiplomacy" ditunjukkan bahwa akun Twitter resmi Jokowi, @jokowi, menduduki tempat pertama dalam daftar 10 pemimpin di Asia Tenggara dan Asia Timur yang punya follower paling banyak.
Akun Twitter Jokowi saat ini diikuti oleh lebih dari 7,4 juta follower, disusul oleh akun milik Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak (3,5 juta follower). Di urutan ketiga ada akun resmi Pemerintah Jepan, yang punya 2,2 juta follower.
Who are the most followed East-Asian & #ASEAN leaders on #Twitter? @B_M https://t.co/sZ7r0lA2dh #DigitalDiplomacy pic.twitter.com/qugKsW7EEU
— Twiplomacy (@Twiplomacy) June 1, 2017
Selain di Asia Tenggara dan Asia Timur, Presiden Jokowi sendiri juga masuk dalam daftar 10 pemimpin dunia dengan akun Twitter paling populer di dunia.
Ia, tepatnya, duduk di urutan 10 daftar pemimpin dunia dengan follower terbanyak di Twitter. Di urutan pertama ada Paus Fransiskus dengan 33 juta follower, disusul Presiden AS Donald Trump (30 juta), disusul Perdana Menteri India Narendra Modi (30 juta).
Who are the most followed world leaders on #Twitter? @B_M https://t.co/sZ7r0lA2dh #DigitalDiplomacy pic.twitter.com/7JTL7s3E6a
— Twiplomacy (@Twiplomacy) May 31, 2017
Meski demikian, menurut riset itu, akun Twitter Jokowi tergolong dalam kelompok akun yang kurang aktif dan baru ramai diisi jika mendekati pemilihan umum.
Adapun tweet terakhir akun Twitter Jokowi, seperti yang diakses pada Kamis petang, diunggah pada 16 Mei lalu. Dalam kicauannya terakhir itu, Jokowi mengimbau agar masyarakat Indonesia tak saling menghujat dan memfitnah.
Dalam studinya Burson-Marsteller menemukan bahwa Twitter adalah media sosial yang paling banyak digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan di dunia untuk melakukan apa yang disebut perusahaan itu sebagai "diplomasi publik".
Selain Twitter, institusi-institusi pemerintahan dunia juga menggunakan Facebook, Instagram, dan YouTube.
Studi Burson-Marsteller sendiri digelar selama periode April 2016 sampai 22 Mei kemarin. Dalam studi itu perusahaan kehumasan tersebut meneliti 856 akun Twitter milik pemimpin dan kepala negara dari 178 negara di dunia.