Kecanduan Media Sosial Lebih Parah Dibanding Rokok

Dythia Novianty Suara.Com
Senin, 16 Januari 2017 | 06:55 WIB
Kecanduan Media Sosial Lebih Parah Dibanding Rokok
Ilustrasi Media Sosial (Medsos). [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kita semua mengunjungi Facebook setiap hari. begitu juga dengan Twitter, Instagram dan Snapchat.

Tahun ini, media sosial telah membuat orang 'kecanduan' seperti alkohol, permen dan junk food. Bahkan, beberapa orang memasukkan ke dalam daftar sebagai resolusi di Tahun Baru mereka, untuk dapat menghentikan 'kecanduan' mereka terhadap media sosial.

Menurut sebuah studi baru, lebih banyak orang benar-benar ingin berhenti media sosial daripada merokok.

Penelitian dilakukan layanan lokal secara online marketplace Bidvine.com, mempertanyakan kepada 1.500 orang sebagai responden, resolusi Tahun Baru mereka.

Baca Juga: Dikabarkan Dekat dengan Nassar, Ini Komentar Janda Kaya Cianjur

Ditemukan bahwa sementara hanya 8 persen ingin berhenti merokok pada tahun 2017, sedangkan sebagian besar dengann perbandingan satu dari sepuluh orang responden berencana untuk menghentikan 'kecanduan' mereka terhadap media sosial.

Temuan ini mengikuti laporan terbaru dimana menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan bisa berdampak buruk bagi kesehatan kita, salah satunya meningkatkan tingkat depresi.

"Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan Anda," kata CEO Bidvine, Sohrab Jahanbani.

"Sungguh menarik bahwa orang-orang mulai melihat dampak negatif media sosial dapat mengakibatkan pada kehidupan mereka dan berencana 'menendang' kebiasaan modern tersebut di 2017," ujarnya.

Studi terbaru menunjukkan bahwa media sosial dapat meningkatkan kadar depresi, dimana pengguna lebih sering melakukan perbandingan sosial yang tidak realistis.

Baca Juga: Annisa Yudhoyono Minta Maaf Telah Membela Suaminya

Seperti kebanyakan orang hanya berbagi hal paling positif, pengalaman bahagia mereka dan gambar pada media sosial, layanan seperti Facebook dan Instagram dinilai dapat mendistorsi realitas bagi mereka sehingga membuat seseorang menjadi lebih rentan saat dalam kondisi yang tidak baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI