Suara.com - Konten-konten video online dipercaya mengancam masa depan televisi konvensional di Indonesia. Namun, selama infrastruktur internet di negeri ini belum merata, ancaman itu tak berlaku maksimal.
"(Dunia) digital akan mengambil alih," kata CEO dan Founder Layaria Network Dennis Adishwara, di Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Dennis menjelaskan, saat ini tingkat konsumsi TV semakin menurun. Dia mengutip sebuah riset pada akhir 2015 di Asia Tenggara yang menunjukkan konsumsi YouTube di region tersebut sudah lebih tinggi ketimbang TV konvensional, khususnya pada pukul 06.00 sampai 16.00.
"Kenapa? Karena saat itu orang-orang sedang berada di luar dan mereka mengakses dan menonton tayangan-tayangan lewat smartphone mereka. Mulai pukul 16.00 sampai pukul 22.00 baru TV lebih tinggi," ujarnya mengutip riset TNS 'YouTube Profiling Study in Southeast Asia'.
"Secara reach, TV tetap masih menang selama infrastruktur internet belum merata di Indonesia. Cuma, secara konsumsi sudah mulai disaingi digital," katanya lagi.
Studi 'Global Mobile Data Traffic Forecast Update' yang dilakukan Cisco juga memproyeksikan bahwa traffic internet akan semakin didominasi video online.
"Pada 2020, sebanyak 75 persen traffic internet mobile adalah video online. Pada saat ini, akan terdapat tujuh triliun video yang diunggah ke internet. Rata-rata 2,5 video per orang setiap harinya," jelas Dennis.
Dennis membeberkan pula bahwa bisnis televisi telah melesu dari sisi pendapatan iklan. Uang-uang tersebut semakin lari ke platform online.
"Saya banyak bertanya ke teman-teman saya di televisi dan rumah produksi. Saat ini mereka bilang pendapatan mereka sudah turun, sekitar 30 persen dibanding tahun lalu. Penyebaran iklan kini banyak disebar di platform on-line, yang berbasis teks maupun video," ujar pemeran Mamet di film Ada Apa dengan Cinta? ini.