Suara.com - Penyidik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Senin (19/9/2016) menghampiri kantor Google di Jakarta terkait dugaan pengemplangan pajak raksasa teknologi internet Amerika itu di Tanah Air, demikian dikatakan Muhammad Haniv, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus kepada Reuters.
Haniv mengatakan bahwa Google membayar kurang dari 0,1 persen dari total pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai pada 2015 lalu.
Jika terbukti bersalah menghindari pajak, Google akan diwajibkan membayar denda yang besarnya empat kali lipat dari tunggakan pajak yang nilainya bisa mencapai Rp5,5 triliun. Jumlah itu hanya untuk 2015 saja dan bisa lebih besar jika pajak empat tahun sebelumnya juga dihitung. DJP sendiri akan memburu pajak Google yang beroperasi di Tanah Air sejak 2011.
"Argumentasi Google adalah mereka melakukan perencanaan pajak. Perencanaan pajak memang legal, tetapi perencanaan pajak agresif - sehingga negara tempat mereka mengeruk penghasilan tidak mendapatkan apa-apa - adalah ilegal," tegas Haniv.
Google Indonesia, ketika dimintai komentar terkait pernyataan Haniv oleh Reuters, hanya mengulang kembali pernyataannya pekan lalu yang isinya akan bekerja sama dengan otoritas di Tanah Air dan sudah membayar semua kewajiban pajaknya.
Suara.com juga telah menghubungi Industri Head Google Indonesia, Henky Prihatna tetapi ia tidak memberikan komentar dan meminta untuk menghubungi humas Google Indonesia. Pertanyaan yang dikirim via email juga belum dijawab oleh Google Indonesia.
Haniv mengatakan sebagian besar pendapatan yang dikeruk Google dari Indonesia dibukukan di markas Google Asia Pasifik di Singapura. DJP telah meminta untuk mengaudit, tetapi Google Asia Pasifik pada Juni lalu menolak permintaan itu. Alhasil DJP berniat membawa kasus ini ke polisi sebagai sebuah tindak pidana.
Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 29 mengatur bahwa DJP berhak memeriksa semua usaha di Indonesia. Pasal 39 menyatakan bahwa pihak yang menolak diancam hukuman pidana dengan sanksi penjara enam bulan sampai enam tahun.