Suara.com - Tubuh manusia, organ-organnya, dan perubahan di dalamnya punya tujuan dan fungsinya masing-masing, demikian dipercaya para pakar biologi. Tetapi sayang, tak semuanya bisa dijelaskan dan masih menjadi misteri. Termasuk yang paling misterius adalah orgasme pada perempuan.
"Untuk apa perempuan mengalami orgasme?" tanya para pakar biologi evolusi selama bertahun-tahun.
Pada lelaki, orgasme penting dalam proses reproduksi. Dengan orgasme lelaki bisa berejakulasi, menyemburkan sel-sel sperma untuk membuahi sel telur.
Orgasme mendorong lelaki untuk menginjeksikan lebih banyak sperma, yang dari sudut pandang teori evolusi sangat menguntungkan: memperbesar peluang terjadinya pembuahan sehingga spesies manusia bisa terus beranak-pinak dan bertahan dalam seleksi alam.
"Tetapi pada perempuan, fungsi orgasme tidak jelas," tulis Mihaela Pavlicev, pakar biologi evolusi dari Universtas Yale, Amerika Serikat dalam Journal of Experimental Zoology yang diterbitkan pekan ini.
Orgasme perempuan = puting laki-laki?
Pada perempuan orgasme tidak berpengaruh terhadap keberhasilan reproduksi. Tanpa orgasme, perempuan tetap bisa hamil. Selain itu, tak banyak perempuan yang bisa mengalami orgasme dalam hubungan seksual.
Sebuah penelitian dari 2010 menyebutkan seperempat perempuan di dunia tidak pernah merasakan orgasme dalam hubungan seksual. Salah satu penyebabnya adalah karena klitoris, yang bisa memicu orgasme, terletak di luar vagina.
Sebelumnya beberapa penelitian telah berusaha mencari penjelasan akan tujuan dan fungsi reproduktif orgasme pada perempuan. Di sisi lain ada juga ilmuwan yang justru mengatakan bahwa orgasme pada perempuan memang tak punya tujuan evolusi.
Elisabeth A Lloyd dari Universitas Indiana, AS - dalam bukunya "The Case of the Female Orgasm" (2005) - mengatakan bahwa orgasme pada perempuan adalah efek samping dari perkembangan pada tubuh lelaki. Orgasme pada perempuan, kata dia, seperti puting pada lelaki.
Tetapi Paclicev dan rekan-rekannya optimistis, orgasme pada perempuan punya fungsi atau setidaknya pernah punya fungsi dalam mendukung kelestarian manusia di Bumi.
Dalam risetnya Paclicev meneliti kehidupan dan perilaku seks dari mamalia lain yang mirip manusia. Dari analisis itu mereka menjumpai beberapa fakta menarik.
Klitoris bergeser
Pertama, ketika berhubungan seksual, mamalia-mamalia betina melepas dua hormon bernama oksitosin dan prolaktin. Kedua hormon itu juga dilepas oleh tubuh perempuan saat mengalami orgasme.
Kedua, tidak semua mamalia betina mengalami siklus menstruasi atau ovulasi seperti pada perempuan. Setiap bulan tubuh perempuan akan menghasilkan satu sel telur, tetapi mamalia lain seperti kelinci dan onta menghasilkan sel telur hanya setelah berhubungan seksual dengan pejantan.
Lebih lanjut mereka menemukan bahwa hanya sedikit mamalia yang dalam proses evolusi mengalami siklus ovulasi, termasuk di dalamnya manusia. Sebelumnya, nenek moyang mamalia tidak mengenal siklus menstruasi dan sel telur diproduksi hanya ketika berhubungan seksual dengan jantan.
Mamalia-mamalia purba itu, uniknya, memiliki klitoris di dalam vagina. Hanya mamalia-mamalia yang berevolusi dan mengalami siklus ovulasi yang memiliki organ klitoris di luar vagina, termasuk manusia.
Nah, berdasarkan temuan-temuan ini Pavlicev dan rekan-rekannya mengatakan bahwa orgasme yang perempuan rasakan tadinya juga mempunyai fungsi reproduksi; bisa membantu perempuan hamil saat berhubungan seksual.
Ketika mamalia purba berhubungan seksual, klitoris akan mengirim sinyal ke otak, memicu pelepasan hormon oksitosin, prolaktin, dan sel telur. Inilah asal muasal orgasme.
Dua hormon yang dihasilkan saat orgasme tadi akan membantu agar sel telur yang sudah dibuahi untuk bisa mencapai rahim.
Mekanisme ini, jelas Paclicev, sangat berguna pada mamalia betina yang jarang berjumpa dengan jantan. Dengan mekanisme ini, hubungan seksual menjadi efektif dan efisien. Kecil kemungkinan ada sel telur yang sia-sia, karena hanya diproduksi saat terjadinya hubungan seksual.
Tetapi dalam perkembangan evolusi, beberapa mamalia, termasuk primata seperti manusia, mulai hidup dalam kelompok sosial. Perjumpaan antara jantan dan betina semakin sering. Hubungan seksual bukan lagi sesuatu yang langka dan karenanya mekanisme tadi menjadi usang.
Alhasil tubuh betina, termasuk pada manusia, berevolusi. Perempuan tak lagi memproduksi sel telur saat berhubungan seksual, tetapi menghasilkan satu sel telur dalam sebuah siklus yang teratur.
Karena fungsi dan tujuan orgasme tak lagi relevan dalam proses reproduksi, maka posisi klitoris pada tubuh perempuan bergeser ke luar.
Menurut Gunter P. Wagner, rekan Paclicev dalam riset tersebut, pergeseran klitoris merupakan hal yang lumrah dalam evolusi, ketika tubuh menyingkirkan sistem yang tak lagi berguna.
Rangkaian proses evolusi ini, jelas kedua ilmuwan, terjadi dalam rentang 150 juta tahun lalu.
"Pada dasarnya kami belum bisa menjelaskan mengapa ini (pergeseran klitoris) terjadi. Tetapi di seluruh spesies mamalia, pola evolusi seperti ini sangat kentara terlihat," jelas Wagner.
Paclicev dan Wagner sendiri mengatakan temuan mereka ini tak serta-merta menutup perdebatan tentang orgasme pada perempuan.
"Semua kemungkinan masih terbuka," kata Wagner.
Ia berharap bahwa riset yang menelusuri sejarah orgasme perempuan ini bisa membantu dan meningkatkan pengobatan pada masalah-masalah reproduksi perempuan.
"Menurut saya, sangat berbeda saat kita melihat sistem reproduksi perempuan dan melihat model yang menunjukkan bagaimana sistem itu berevolusi," tutup dia. (CNN/New York Times)