Studi: Tinggalkan Energi Fosil, Dunia Bisa Contoh Jusuf Kalla

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 18 April 2016 | 07:12 WIB
Studi: Tinggalkan Energi Fosil, Dunia Bisa Contoh Jusuf Kalla
Ilustrasi tabung gas elpiji 3 kg (Suara.com/Oke Atmaja).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketergantungan dunia pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi bisa berakhir dalam satu dekade, demikian hasil sebuah riset yang diterbitkan oleh sebuah lembaga think tank energi terkemuka Inggris.

Profesor Benjamin Sovacool, Direktur Sussex Energy Group, di Universitas Sussex, Inggris mengatakan bahwa revolusi energi bisa berlangsung lebih cepat dari perubahan-perubahan serupa pada masa lalu.

Dalam artikelnya yang diterbitkan dalam jurnal Energy Research & Social Science, baru-baru ini Sovacool menguraikan bahwa revolusi energi dewasa ini bisa berlangsung lebih cepat jika dunia belajar pada beberapa keberhasilan penting di dunia, termasuk transisi dari kompor minyak tanah ke LPG yang digagas dan dijalankan oleh Jusuf Kalla di Indonesia.

Ia mengatakan bahwa sejarah masa lalu memang penting, tetapi tak serta-merta bisa memberikan gambaran yang utuh untuk diterapkan pada saat ini.  Misalnya, Eropa butuh 96 sampai 160 tahun untuk meninggalkan kayu bakar dan beralih ke batubara.

Tetapi, kata Sovacool, dewasa ini kondisi dunia sudah berubah. Kelangkaan sumber daya, ancaman perubahan iklim, perkembangan teknologi yang pesat, dan inovasi diyakininya bisa mempercepat pergeseran menuju penggunaan energi yang lebih bersih.

"Pandangan umum yang mengatakan bahwa transisi energi akan memakan waktu lama, hingga berpuluh-puluh tahun atau berabad-abad, tak selalu didukung oleh bukti di lapangan," ujar dia, "Berpindah ke sistem energi baru yang lebih bersih, memerlukan pergeseran teknologi, regulasi politik, kebijakan tarif, harga, serta perubahan perilaku dari pengguna dan pengadopsi."

Ia mengatakan pada masa lalu perubahan memakan waktu lama karena dibiarkan berlangsung tanpa campur tangan banyak pihak, termasuk pemerintah.

"Tetapi kita belajar dari cukup banyak contoh transisi di masa lalu, yang menurut saya bisa mendorong perubahan lebih cepat di masa mendatang," imbuh Sovacool.

Contoh-contoh yang dijadikan patokan Sovacool antara lain terjadi di Ontario, pada periode 2003 - 2014. Dalam periode itu salah provinsi Kanada tersebut bisa beralih dari batu bara. Demikian juga di Prancis, di mana penggunaan energi nuklir meningkat dari 4 persen di 1970 menjadi 40 persen pada 1982.

Revolusi Energi JK

Ia menyebut khusus Indonesia yang hanya butuh waktu tiga tahun untuk meninggalkan kompor minyak dan beralih ke kompor gas. Revolusi itu digelar ketika JK, sapaan akrab Jusuf, menjabat sebagai Wakil Presiden, mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam jurnal itu disebut bahwa di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla, Indonesia menggelar program konversi minyak tanah ke LGP dengan menawarkan tabung gas dan kompor gas gratis kepada setiap rumah tangga. Di saat yang sama pemerintah mengurangi subsidi minyak tanah dan membangun terminal-terminal LPG baru yang berfungsi sebagai pusat distribusi.

"Amazingly, hanya dalam tiga tahun - dari 2007 ke 2009 - jumlah kompor gas di seluruh negeri itu melesat dari hanya 3 juta menjadi 43,3 juta unit, setara dengan hampir dua pertiga dari total 65 juta rumah tangga di Indonesia," ulas Sovacool dalam risetnya.

Seperti di Indonesia, semua contoh kasus yang dianalisis dalam studi ini menunjukkan adanya intervensi pemerintah yang besar dan pergeseran dalam perilaku pasar, yang dirangsang oleh insentif serta tekanan dari pemangku kepentingan

Meski demikian, Sovacool mewanti-wanti bahwa sebuah perubahan yang cepat membutuhkan upaya bersama, yang melibatkan pakar dari banyak disiplin ilmu, serta kerja keras di level yang beragam. (Science Daily)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI