Peneliti Temukan Penyebab Punahnya Manusia Hobit Flores

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 02 April 2016 | 07:12 WIB
Peneliti Temukan Penyebab Punahnya Manusia Hobit Flores
Para ilmuwan sedang melakukan penggalian di Liang Bua, Manggarai, Flores, NTT. Di situs purbakala ini ditemukan spesies Homo floresiensis, spesies manusia purba kerdil di dunia (Reuters/Liang Bua Team).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Homo floresiensis, spesies manusia purba yang ditemukan di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur lebih dari satu dekade lalu, rupanya berusia puluhan ribu tahun lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya. Temuan ini membuka wawasan baru tentang penyebab punahnya manusia kerdil itu dari pulau vulkanis di tenggara Nusantara.

Ketika pertama kali ditemukan di gua Liang Bua, Manggarai, Flores pada 2003, pada ilmuwan mengatakan bahwa fosil manusia misterius itu berusia sekitar 11.000 tahun. Itu berarti kemungkinan besar Homo floresiensis pernah hidup berdampingan dengan manusia modern selama puluhan ribu tahun.

Tetapi sebuah hasil studi terbaru, yang menghitung usia batuan dan lapisan sedimentasi di sekitar lokasi penemuan fosil tersebut menunjukkan bahwa para manusia purba yang berukuran tubuh kerdil itu hidup sekitar 50.000 tahun silam.

Hasil analisis baru ini membawa kita pada sebuah wawasan baru, demikian diulas para ilmuwan yang menerbitkan hasil studi mereka dalam jurnal Nature edisi 30 Maret kemarin.

Para ilmuwan itu mengatakan bahwa jika spesies yang dijuluki sebagai "hobit flores" itu berasal dari era 50.000 tahun silam, maka kemungkinan besar mereka punah akibat manusia modern, nenek moyang manusia yang hidup pada saat ini.

Sebelumnya para ilmuwan yakin bahwa pada sekitar 50.000 tahun lalu manusia modern sedang bergerak menyusuri Asia Tenggara dan Australia.

"Saya tak yakin ini hanya kebetulan belaka, terutama jika kita mengingat apa yang terjadi ketika manusia modern memasuki era baru," kata Richard Roberts, ilmuwan asal University of Wollongong, Australia, yang terlibat dalam riset itu.

Ia mengingatkan bahwa spesies manusia purba Eropa, Neanderthals, punah tak lama setelah manusia modern tiba di Eropa dari Afrika.

Selain Roberts, seorang peneliti Indonesia, Thomas Sutikna, juga terlibat dalam riset itu. Thomas telah terlibat dalam penelitian di Liang Bua sejak 2003 silam.

Memecahkan Satu Misteri

Fosil pertama Homo floresiensis, yang disebut LB1, ditemukan pada 2003 di kedalaman sekitar 6 meter. Tulang-belulang yang rapuh itu terlalu berharga untuk dianalisis menggunakan teknik radio karbon, sehingga para periset meriset beberapa batuan arang di sekitarnya dengan asumsi bahwa usia batuan itu sama dengan tulang-belulang tersebut.

Dari hasil analisis mereka batuan diperkirakan berusia 11.000 tahun.

"Entah bagaimana, manusia kerdil itu bisa bertahan hidup di pulau ini 30.000 tahun setelah manusia modern tiba. Kami bingung. Ini tak mungkin," ujar Roberts.

Sejak itu para ilmuwan terus menggali Liang Bua untuk mencari sisa fosil manusia purba dan juga untuk memahami geologi gua besar tersebut. Dari hasil penggalian terbaru, para ilmuwan menemukan bahwa bebatuan arang dari 2003 terletak di lokasi yang lapisan sedimennya sudah tersapu dan digantikan oleh batuan lebih muda.

Menggunakan beberapa metode berbeda, para Roberts dan Thomas, kemudian mengukur usia batuan serta lapisan tanah yang tergabung dalam lapisan sedimen tempat fosil Homo floresiensis ditemukan. Hasilnya menunjukkan bahwa batuan dan tanah itu berusia antara 100.000 hingga 50.000 tahun.

Sebelumnya para peneliti pernah menganalisis usia perangkat batu yang diduga diciptakan oleh Homo floresiensis dan diketahui usia peralatan itu sekitar 190.000 hingga 50.000 tahun.

Penemuan ini akhirnya memecahkan kebingungan para peneliti tentang bagaimana cara Homo floresiensi hidup berdampingan dengan manusia modern. Mereka rupanya memang tak pernah hidup bersama dengan manusia modern.

Tetapi beberapa misteri masih menyelimuti Homo floresiensis. Hubungan evolusioner antara manusia purba itu dengan manusia purba lainnya belum diketahui. Demikian juga soal apakah ia pernah kawin-mawin dengan manusia modern, mengingat beberapa desa di sekitar Liang Bua masih memiliki warga yang dengan ukuran tubuh di bawah rata-rata.

Bagi dunia ilmu pengetahuan temuan terbaru ini sangat mencengangkan. Seperti yang dikatakan Tom Higham, pakar arkeologi dari University of Oxford, Inggris, usia fosil Homo florensiensis yang berdekatan dengan waktu masuknya manusia modern di kawasan Asia Tenggara bisa memiliki arti yang sangat penting.

"Ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat tentang punahnya Homo floresiensis," kata Higgham, yang tak terlibat dalam riset itu.

Roberts sendiri menduga bahwa manusia modern punya andil dalam punahnya Homo floresiensis, khususnya dalam persaingan memperebutkan sumber daya. Dia bahkan menduga manusia modern adalah penyebab punahnya manusia kerdil purba dari daratan Flores.

"Tetapi kami belum menemukan buktinya," imbuh Roberts.

Ia kini berharap bisa menemukan fosil manusia modern di sekitar Liang Bua, yang mungkin adalah manusia pertama yang pernah bersentuhan langsung dengan hobit Flores terakhir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI