Nasib UU Transportasi Online Masih Belum Jelas

Dythia Novianty Suara.Com
Sabtu, 19 Maret 2016 | 16:20 WIB
Nasib UU Transportasi Online Masih Belum Jelas
Proses perizinan transportasi online. (Antara Foto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masa Persidangan III Tahun Sidang 2015-2016 telah resmi ditutup pada Rapat paripurna, Kamis (17/3/2016) lalu. Namun, dalam persidangan tersebut belum membahas perihal revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No.11/2008 dan membuat nasib UU Transportasi Online belum jelas.

Revisi UU No.11/2008 itu belum memasukkan aturan yang bisa menjadi dasar legalitas transportasi berbasis aplikasi online atau dalam jaringan/daring. "Sejauh ini proposal pemerintah belum memasukkan aturan tentang sistem aplikasi ini ke dalam rancangan revisi UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)," kata anggota Komisi I DPR RI Sukamta dalam keterangan resminya, Sabtu (19/3/2016).

Hingga penutupan masa sidang tersebut, pemerintah belum mengajukan revisi UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, untuk menjadi payung hukum bagi basis legalitas transportasi berbasis aplikasi online. Untuk itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut berharap pemerintah perlu mempercepat penyusunan aturan tersendiri, mengenai perkembangan teknologi transportasi yang terus berkembang.

Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta Menteri Perhubungan Ignatius Jonan tidak memblokir angkutan umum berbasis aplikasi karena merupakan inovasi yang semestinya diakomodasi pemerintah.

"Angkutan berbasis aplikasi merupakan sebuah keniscayaan. Ini sebuah bagian dari evolusi dan inovasi moda transportasi dunia," kata Ketua Bidang Industri Kreatif Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Yaser Palito.

Di sisi lain, lanjutnya, tarif taksi konvensional semakin mahal dan tak mampu menurunkan tarif sehingga taksi aplikasi mesti diakomodir dan jangan dimatikan agar konsumen tak dirugikan.

Sebagaimana diwartakan, pengajuan badan hukum koperasi oleh Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI) yang terafiliasi dengan transportasi berbasis aplikasi "online" atau daring, termasuk Grabcar dan Uber akhirnya dikabulkan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI