Studi: Perubahan Iklim Bikin Penerbangan Lebih Lama

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 10 Februari 2016 | 21:02 WIB
Studi: Perubahan Iklim Bikin Penerbangan Lebih Lama
Ilustrasi pesawat terbang (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perubahan iklim rupanya bisa membuat penerbangan, khususnya dari Eropa ke Amerika Serikat yang melintasi Samudera Atlantik, jauh lebih lama dari biasanya, demikian hasil riset para ilmuwan yang diumumkan Rabu (10/2/2016).

Paul Williams, pakar atmosfer dari Universitas Reading, Inggris menunjukkan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan jet stream - angin kuat yang bertiup di ketinggian yang sama dengan pesawat jet dari barat ke timur di atas Samudera Atlantik - berembus lebih kuat.

Akibatnya pesawat yang terbang menuju Amerika Serikat akan butuh waktu lebih lama dari biasanya untuk tiba. Sebaliknya, pesawat dari AS ke Eropa akan lebih cepat, dengan memanfaatkan angin itu, demikian kata Williams yang studinya yang diterbitkan dalam jurnal Environment Research Letters.

Menurut hitungannya, penerbangan ke AS akan membuat penerbangan lebih telat lima menit dari sebelumnya. Angka ini kelihatan kecil, tetapi jika mengingat jalur penerbangan trans-Atlantik adalah rute padat - dengan rata-rata 600 penerbangan per hari - maka perusahaan penerbangan akan banyak dirugikan akibat perubahan cuaca ini.

Williams mengatakan dampak dari perubahan kecepatan angin itu bisa menambah waktu terbang hingga 2000 jam per tahun dan memaksa maskapai mengonsumsi 33 juta liter bahan bakar lebih banyak dari biasanya.

"Efek ini akan meningkatkan biaya penerbangan dan berpotensi menaikkan harga tiket," kata Williams.

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa fenomena itu tak hanya terjadi di belahan Bumi bagian utara, tetapi juga di wilayah udara di sebelah selatan Khatulistiwa.

"Jet stream tak hanya ada di Atlantik, tetapi ada juga arus yang sama di belahan Bumi bagian selatan. Jadi sangat mungkin bahwa rute penerbangan yang sama di seluruh dunia akan terpengaruh oleh perubahan ini," jelas dia.

Dalam studinya Williams menghitung perubahan kecepatan angin berdasarkan peningkatan jumlah karbon dioksida di atmosfer, yang turut memicu pemanasan global. Ironisnya pesawat adalah salah satu penghasil karbon terbesar di udara.

Adapun kecepatan jet stream dipengaruhi oleh perbedaan suhu udara di wilayah udara kutub da Khatulistiwa. Hasil analisis satelit telah menunjukkan bahwa perbedaan suhu di dua kawasan itu semakin tinggi. (Reuters/The Guardian)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI