Suara.com - Pesawat TNI AU yang jatuh di Blimbing, Malang, Jawa Timur, diketahui merupakan jenis pesawat latih Super Tucano. Super Tucano yang jatuh di Malang ini merupakan satu dari 12 pesawat sejenis yang dibeli Indonesia dari produsennya di Brasil.
Semua pesawat yang memiliki corak khas di bagian moncongnya, yakni mirip mulut hiu diparkir di Squadron 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang. Empat unit pertama tiba pada bulan Agustus tahun 2012, empat unit berikutnya tiba pada tahun berikutnya, dan empat lainnya tiba bulan November tahun lalu. Tahun ini, empat unit pesawat Super Tucano akan dikirimkan kembali dari Brasil sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 16 unit.
Pesawat Super Tucano mampu melesat dengan kecepatan maksimal hingga 590 km per jam berkat dapur pacunya yang diperkuat dengan mesin Hartzell 5-blade dan Pratt & Whitney Canada PT6A-68C turboprop. Super Tucano dikembangkan sebagai pesawat yang bisa dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Selain untuk melakukan serangan, Super Tucano juga bisa dimanfaatkan dalam misi pengintaian, juga latihan bagi pilot.
Sebagai pesawat yang bisa dipakai dalam misi perang, Super Tucano dirancang sedemikian rupa agar bisa membawa beraneka ragam persenjataan. Setiap sayap bisa dipasangi dengan senapan mesin FN Herstal M3P yang mampu memberondongkan 950 butir peluru per menit.
Super Tucano juga bisa dipersenjatai dengan roket, rudal udara ke udara jenis Sidewinder, Piranha, dan Phyton, rudal udara ke darat Maverick, serta bom jenis MK-81. Pesawat berbodi ramping ini pun bisa dilengkapi dengan perangkat Chaff & Flare untuk mencegat rudal yang mengancam keselamatan pesawat dan pilotnya.
Pesawat yang merupakan penyempurnaan dari Embraer EMB 312 Tucano ("si pembunuh helikopter") ini dikembangkan dan dirakit oleh Embraer Defense and Security, sebuah perusahaan dirgantara Brasil. Pesawat ini diuji coba terbang pertama kali pada tahun 1999, namun baru diproduksi secara massal sejak tahun 2003. Harga per unitnya diperkirakan mencapai 9 sampai 14 juta Dolar.