Foto Aylan Kurdi di Twitter Ubah Pandangan Eropa soal Pengungsi

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 15 Desember 2015 | 20:28 WIB
Foto Aylan Kurdi di Twitter Ubah Pandangan Eropa soal Pengungsi
Foto-foto mendiang Aylan Kurdi di media sosial Twitter (Shutterstock/Twitter/Suara.com).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Foto pilu tentang bocah Suriah berusia tiga tahun, Aylan Kurdi, yang terbaring tewas di pantai Turki berhasil memaksa Eropa mengubah cara pandang dan bahkan kebijakan terhadap pengungsi yang datang dari Timur Tengah.  Tadinya negara-negara Eropa ngotot menyebut mereka sebagai imigran gelap, tetapi setelah peristiwa kelam itu kata yang digunakan adalah pengungsi.

Foto hasil jepretan fotografer Turki, Nilüfer Demir itu menyebar dengan cepat di media sosial dan hanya dalam waktu 12 jam sudah diakses oleh para pengguna internet di 20 jutaan layar komputer di seluruh dunia.

Menurut para peneliti dari Sheffield University, Inggris, foto jasad Aylan Kurdi yang dihanyutkan ombak ke pantai sudah diunggah nyaris 3 juta kali ke media sosial sejak September lalu. Menurut para ilmuwan itu, foto pertama yang diunggah oleh beberapa wartawan langsung menjadi viral. Foto-foto itu di-retweet sebanyak 53.000 kali per jam.

Viralnya foto Aylan Kurdi, menurut mereka, berhasil mengubah cara pandang warga Eropa terhadap pengungsi dari Timur Tengah - aliran pengungsi yang disebut paling besar di dunia sejak Perang Dunia II.

"Setelah kami melihat foto itu dan tanggapannya, kami merasakan sesuatu yang unik terjadi," kata Farida Vis, direktur laboratorium media sosial Sheffield University kepada The Guardian.

"Kami ingin menghitung dampak dari foto itu terhadap perdebatan publik, tentang status migran dan pengungsi. Analisis kami menunjukkan bawa kisah Alan Kurdi tak hanya mengundang audiens global, tetapi juga mengubah cara pengguna media sosial membahas isu imigrasi," imbuh dia.

Dalam risetnya itu Vis dan timnya menggunakan dan menganalisis data yang disediakan oleh Pulsar, sebuah perusahaan riset media sosial,

"Hampir di sepanjang 2015, penggunaan kata migran dan pengungsi sama kuatnya dalam percakapan publik. Selama sembilan bulan, dua kata itu sama-sama sering digunakan, sekitar 5,2 juta versus 5,3 juta tweet," kata Francesco D'Orazio, wakil presiden bidang produk dan riset Pulsar.

"Tetapi sejak 2 September, terjadi perubahan radikal. Secara dramatis orang-orang mulai beralih ke pengungsi - 2,9 juta berbanding 6,5 juta tweet," lanjut D'Orazio.

Menurut D'Orazio perubahan cara pandang itu tak lepas dari kemampuan Twitter sebagai katalisator, menghubungkan kisah yang sedang berkembang dengan orang-orang yang tepat.

"Memdorong sebuah kisah untuk berkembang dan menghubungkan audiens di level global - membawa sebuah berita ke arus utama, bahkan sebelum pers internasional melaporkannya," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI