Suara.com - Para ilmuwan sejak lama telah mengetahui bahwa perilaku negatif, seperti kekerasan, bisa menular dalam situasi tertentu. Sebuah eksperimen pada 1960an menunjukkan bahwa anak-anak yang melihat orang dewasa memukul sebuah boneka, akan cenderung ikut memukul boneka tersebut.
Tetapi sebuah penelitian terbaru di University of Florida, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa bahkan perilaku kasar juga bisa ditularkan oleh manusia ke manusia lainnya. Riset yang diterbitkan dalam The Journal of Applied Psychology edisi Juni 2015 itu menunjukkan bahwa, perilaku kasar bisa menular seperti flu.
Kesimpulan dari penelitian yang digelar Trevor Foulk dan rekan-rekannya itu diambil setelah mereka menggelar serangkaian eksperimen.
Dalam eksperimen pertama, mereka mengundang beberapa sukarelawan dalam sebuah survei berdurasi 15 menit. Menjelang akhir survei, mereka memasukkan seorang aktor yang pura-pura ingin terlibat dalam survei itu, tetapi akhirnya ditolak. Beberapa responden menyaksikan aktor itu ditolak secara halus, sementara lainnya melihatnya diusir secara kasar.
Setelah itu, para ilmuwan mengajak para responden bermain menyusun kata-kata dari huruf-huruf yang disusun secara acak. Hasilnya, responden yang melihat aktor tadi diusir secara halus, cendurung menyusun kata-kata yang ramah. Sebaliknya, kelompok kedua lebih cenderung menyusun kata-kata yang kasar dan agresif.
Dari eksperimen pertama, para peneliti menyimpulkan bahwa menyaksikan perilaku kasar bisa memantik atau mengaktifkan konsep tentang kekasaran di dalam otak.
Pada eksperimen kedua, para peneliti meminta responden untuk terlibat dalam permainan, yang di dalamnya mereka berperan sebagai karyawan di sebuah toko buku. Mereka dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta untuk menonton sebuah video yang menayangkan interaksi yang kasar antarrekan kerja, sementara kelompok kedua menyaksikan interaksi yang lebih sopan.
Setelahnya mereka diminta membalas email dari seorang pelanggan yang kecewa dengan pelayanan toko itu. Ada tiga tipe email, pertama yang netral, cukup kasar, dan sangat kasar.
Dalam eksperimen kedua, para peneliti menemukan bahwa responden tak terpengaruh oleh video yang mereka saksikan dan lebih dipengaruhi oleh isi email dari pelanggan. Mereka akan membalas email yang kasar dengan bahasa yang kasar pula.
Tetapi yang unik, pengaruh dari video itu baru terlihat ketika para responden membalas dua email yang kasar tadi. Kelompok kedua, yang menyaksikan video netral, akan lebih santai memaknai email-email kasar dan membalas dengan bahasa yang netral. Tetapi kelompok pertama, akan memaknai email kasar dengan marah dan mengirim balasan yang juga kasar.
Dari eksperimen kedua, para peneliti menyimpulkan bahwa paparan perilaku kasar memengaruhi pola pikir dan cara orang untuk menanggapi perilaku kasar terhadap dirinya.
Foulk dkk, kemudian menggelar eksperimen terakhir. Di dalamnya para partisipan diminta untuk terlibat dalam serangkaian negosiasi dengan beberapa rekan lain. Hasilnya ditemukan bahwa, orang yang sebelumnya bernegosiasi dengan rekan yang lebih kasar, akan juga berperilaku kasar terhadap mitra negosiasi berikutnya - bahkan para peneliti mengatakan ia akan menyimpan dendam dan melampiaskannya pada mitra negosiasi berikutnya. (Scientific American)
Studi: Perilaku Kasar Menular Seperti Wabah Penyakit
Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 25 November 2015 | 19:35 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Tips Sukses ala Helmy Yahya: Panduan Beretika dan Berkomunikasi untuk Generasi Milenial & Gen Z
04 Januari 2025 | 15:59 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Tekno | 14:37 WIB
Tekno | 14:18 WIB
Tekno | 13:55 WIB
Tekno | 13:17 WIB
Tekno | 13:14 WIB
Tekno | 13:01 WIB
Tekno | 12:56 WIB