Studi: Berhubungan Seks dengan Robot Sudah Lumrah pada 2050

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 01 Oktober 2015 | 07:33 WIB
Studi: Berhubungan Seks dengan Robot Sudah Lumrah pada 2050
Ilustrasi robot mirip perempuan (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berhubungan seks dengan robot akan menjadi praktik yang lumrah pada 2050, bahkan bisa mengalahkan hubungan seks antarmanausia, demikian hasil penelitian futurolog Ian Pearson yang diterbitkan dalam kerja sama dengan Bondara, sebuah jaringan toko alat bantu seksual terkemuka di Inggris.

Dalam laporan bertajuk "The Future of Sex Report" itu, Pearson mengatakan bahwa  pada 2030 praktik seks virtual akan jadi kebiasaan sebagai dewasa ini orang mengunduh dan menonton film porno di internet.

Pada 2035, ia meramalkan, bahwa seiring meningkatnya seks virtual yang memanfaatkan teknologi realitas maya, maka manusia akan semakin terbiasa menggunakan alat bantu seksual dalam menikmati hubungan seks virtual.

"Faktanya, pada 2025, kelompok masyarakat kaya akan mulai menggunakan robot seks, dan pada 2050 praktik itu akan sudah jadi lumrah di tengah masyarakat," tulis Pearson.

Pearson mengakui pada awalnya manusia akan merasa janggal berhubungan seks dengan robot, tetapi lama-kelamaan akan terbiasa juga, sama seperti ketika pertama kali mengenal produk pornografi di media.

"Tampang dan rupa robot akan terus berkembang, pandangan masyarakat juga akan berubah," imbuh dia.

Ramalan yang sama juga disampaikan oleh David Levy, pengarang buku "Love and Sex and Robots".

"Kita hanya butuh satu tokoh terkemuka untuk mengatakan bahwa dia pernah berhubungan seks degnan robot, dan Anda akan melihat orang berbondong-bondong untuk mencobanya," kata Levy yang juga CEO Inteligent Toys Limited, sebuah perusahaan pengembang kecerdasan buatan (artificial intelligence).

"Jika Anda mempunyai robot yang mirip manusia, terasa seperti manusia, bertindak dan berbicara seperti manusia, maka mengapa robot itu tak bisa menarik orang?" ujar Levy lagi.

Tantangan Etis dan Moral

Pada November mendatang Levy bersama Professor Adrian Cheok, pakar komputer dari City University London, akan berbicara di konggres internasional kedua tentang "Love and Sex and Robot" di Malaysia.

Dalam seminar itu para ilmuwan dari seluruh dunia akan berkumpul untuk membahas faktor-faktor hukum, etis, dan moral terkait praktik hubungan seks dengan robot.

Secara moral gagasan berhubungan seks dengan robot memang mendapat tantangan secara etis dan moral, karena dinilai akan menciptakan masalah sosial lain di masyarakat. Salah satu yang keberatan dengan gagasan ini adalah Kathlee Richardson, ilmuwan dari De Monfort University, Inggris.

Baru-baru ini Richardson menggalan kampanye menolak berhubungan seks dengan robot (Campaign Against Sex Robot) bersama rekan ilmuwan, Erik Billing.

"Kami tidak melarang robot seks, tetapi kami memberikan informasi pada masyarakat tentang apakah berhubungan seks dengan robot dibenarkan? Kami meminta mereka mendengarkan suara hati dan apakah mereka mau mendukung gagasan itu," kata Richardson.

"Banyak yang berpikir bahwa karena ini adalah robot pelacur, maka perempuan dan anak-anak tak akan lagi menjadi korban. Tetapi bukan itu yang akan terjadi, karena gagasan utama dari hal ini adalah: tidak dibenarkan untuk mereduksi manusia menjadi benda dan ini hanya akan menambahkan kerumitan dan distorsi dalam sebuah hubungan," beber dia.

Ia juga mengatakan bahwa robot seks akan merusak kapasitas manusia untuk merasakan empati.

"Seks harus menjadi sebuah hubungan relasional. Anda butuh seorang manusia. Jika hubungannya tak relasional, itu namanya masturbasi," tegas dia. (The Telegraph/News.com.au)

BERITA MENARIK LAINNYA:

Artis PSK AA Akui Barang Bukti Pakaian Dalam Miliknya

Bosan Bercinta di Kamar? Coba 4 Tempat Ini

Ini Sebabnya Si Dia 'Bermain' di Belakang Anda

Inilah Dua Penyebab Utama Perselingkuhan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI