Suara.com - Pemerintah berencana membentuk badan pertahanan siber untuk memperkuat sektor pertahanan dan bidang sektor strategis non pertahanan yang dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan bangsa.
"Sistem siber yang akan dibentuk bukan malah untuk memata-matai warga negara sendiri," ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana, Jakarta, Minggu (23/8/2015).
Menurut Luhut pihaknya akan menggandeng berbagai lembaga informasi pemerintah seperti Lembaga Sandi Negara, deputi bidang siber di berbagai kementerian lembaga, serta Kementerian Komunikasi dan informatika.
"Juga pakar IT Indonesia untuk turut mengabdi, sehingga, gerak pemerintah di bidang teknologi informasi akan lebih padu dan seirama. Kita juga sadar bahwa masing-masing lembaga dan perusahaan pemerintah telah memiliki sistem pengamanan siber," ujar Luhut yang juga masih menjabat Kepala Kantor Staf Kepresidenan.
Menurut Luhut sistem itu akan tetap berjalan di tiap lembaga, namun badan siber yang terintegrasi ini tetap dibutuhkan untuk kepentingan yang lebih luas.
Luhut juga menampik isu yang beredar bahwa Indonesia bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk membuat sistem keamanan siber. Masyarakat meresahkan kabar bahwa Kantor Staf Presiden menggandeng badan intelijen Negeri AS Central Intelligence Agency (CIA), dalam mengawasi arus komunikasi warga lewat sistem Big Data.
Sistem itu dirumorkan akan dapat menyedot pembicaraan pribadi di aplikasi ponsel seperti WhatsApp, Blackberrry Messenger, dan program jejaring sosial lain.
"Justru, pembangunan cyber security national (pengamanan cyber nasional) ini dimaksudkan untuk menangkis serangan, khususnya dari luar yang bisa memperlemah bangsa," kata Luhut.
Sebelumnya, masyarakat diramaikan dengan desas-desus bahwa KSP akan berkerja sama dengan lembaga intelijen CIA untuk memantau percakapan masyarakat dalam aplikasi sosial dalam Big Data.
Big Data sendiri merupakan istilah umum untuk himpunan data dalam jumlah besar, rumit, dan tak terstruktur.
"Sehingga, sulit ditangani kalau hanya menggunakan manajemen basis data. Jadi tidak sesuai dengan isu sedot data," tambah Luhut.
Luhut juga mengatakan bahwa tugas dan fungsi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) adalah untuk memantau kinerja pemerintah dan memastikan program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo.
"Bukan memantau rakyat terkait keamanan nasional. Sedangkan isu kerja sama KSP-CIA menyedot data percakapan masyarakat melalui jejaring sosial tak cerdas, dan kontraproduktif," mata Luhut.
Menanggapi masalah tersebut, Menteri Komunikasi dan informatika, Rudiantara, mengatakan pembuatan sistem pertahanan dan keamanan siber sudah mendesak.
Setiap hari, dari pengamatan Kementerian Pertahanan secara aktual, pertahanan siber Indonesia kerap diserang. Selain itu, Indonesia juga disinyalir menjadi tempat transit masyarakat luar negeri yang melakukan transaksi ilegal.
"Kita harus segera meresponnya dengan mengembangkan pertahanan siber dalam negeri." ujar Rudiantara. (Antara)