Alasan Ilmiah Keris Bisa Berdiri Sendiri

Rabu, 19 Agustus 2015 | 06:10 WIB
Alasan Ilmiah Keris Bisa Berdiri Sendiri
Ilustrasi keris, senjata tradisional masyarakat Jawa. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang ilmuan asal Indonesia yang mengabdikan diri di Tohoku University, Jepang bernama Nur Arif menjamin potensi teknologi di Indonesia terbaik di seluruh dunia. Buktinya?

Arif menjelaskan berbagai riset sudah membuktikan kandungan logam di perut bumi bahkan di tanah wilayah di Indonesia paling baik. Kandungan logam itu bisa menciptakan teknologi 100 kali lebih canggih dari sekarang.

"Sumber alam kita merupakan bahan untuk feature teknologi yang tidak dijumpai atau sedikit
dijumpai di dunia," kata Arif di Stella Maris International School, Serpong Tangerang, Selasa (18/8/2015).

Dia mencontohkan Indonesia kaya akan pasir yang mengandung silika yang paling bagus. Sehingga berguna untuk riset semikonduktor. Semikonduktor adalah sebuah bahan dengan konduktivitas listrik yang berada di antara insulator (isolator) dan konduktor. Semikonduktor disebut juga sebagai bahan setengah penghantar listrik.

"Itu bisa membuat komputer yang kecepatannya 100 kali lipat kecepatan komputer sekarang. Karena itu ditentukan oleh matrial logam. Itu banyak di indonesia," jelas dia.

Dia juga bercerita, Indonesia sudah mengenal teknologi tinggi dalam pembuatan keris. Di sekitar abad 10-12, keris Indonesia menggunakan material logam dengan kepadatan sempurna. Ini membuat keris bisa diberdirikan dengan bertumpu pada ujung keris yang lancip.

"Orang semua anggap itu gaib. Tapi saya nggak. Saya membawa contoh logam keris, saya teliti di Jepang. Keris kaya sekali unsur logam dengan gravitasi spesifik. Masa jenisnya besar. Itu mempunyai tingkat gravifitasinya bagus," jelas dia.

Selain itu pembuatan keris membutuhkan banyak lipatan logam sampai 100 kali.

"Di situ saya berpikir negeri ini luar biasa, bukan hanya kekayaan alamnya, tapi punya nilai-nilai budaya dan teknologi yang selama ini belim kita buka," kata Arif.

"Pertanyaan adalah apakah kita bisa mengelola? Itu yang harus kita pikirkan," papar dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI