Peretasan Maskapai Polandia Ancaman Bagi Industri Penerbangan

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 22 Juni 2015 | 20:07 WIB
Peretasan Maskapai Polandia Ancaman Bagi Industri Penerbangan
Pesawat milik maskapai penerbangan LOT sedang menjalani pemeriksaan di Warsawa, Polandia (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur utama maskapai penerbangan Polandia, LOT, mengatakan bahwa peretasan terhadap sistem komputer maskapai itu adalah ancaman bagi industri penerbangan di dunia dan serangan yang sama bisa menimpa maskapai mana pun di waktu yang tidak terduga.

"Ini adalah sebuah masalah bagi industri dalam skala yang lebih besar dan karenanya kita harus mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap masalah ini," kata Sebastian Mikosz, Dirut LOT, Senin (22/6/2015).

"Saya memperkirakan serangan yang sama bisa menimpa siapa saja, kapan saja," lanjut dia.

Sebelumnya diberitakan bahwa sekitar 1.400 orang penumpang terlatar di bandara internasional Chopin, Warsawa, Polandia karena peretas membajak sistem komputer maskapai penerbangan LOT, Minggu (21/6/2015).

Sistem komputer itu diretas sekitar Minggu petang dan baru bisa diperbaiki setelah lima jam. Sistem komputer yang dibobol adalah yang berfungsi untuk mengirimkan rencana terbang pesawat-pesawat yang akan mengudara.

Akibat aksi para peretas itu sebanyak 10 penerbangan LOT, maskapai milik perusahaan pemerintah Polandia, dibatalkan dan belasan lainnya ditunda, demikian kata Adrian Kubicki, juru bicara LOT.

Sebagai bentuk tanggung jawabnya, LOT menyediakan penerbangan pengganti dan hotel bagi penumpang yang terpaksa bermalam untuk menunggu penerbangan lain keesokan harinya.

"Kami menggunakan sistem komputer terkini, jadi ini bisa menjadi ancaman potensial bagi industri," Kubicki memperingatkan.

Kini serangan itu sedang diselidiki oleh pihak berwenang Polandia. Adapun peretas hanya menyasar sistem komputer LOT dan maskapai lain serta sistem komputer bandara, sama sekali tidak terpengaruh. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI