Suara.com - Beberapa bos situs Islam yang diblokir mendatangi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selasa (31/3/2015) kemarin. Mereka protes situs media onlinenya diblokir lantaran dituduh radikal.
Salah satu pemimpin redaksi situs Islam yang diblokir, salam-online.com Ubaidillah Salman, mengaku sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah memblokir situsnya tanpa didahului dengan surat pemberitahuan maupun klarifikasi. Ia menilai langkah Kemenkominfo lebih gila dari zaman Orde Baru.
"Kalau zaman Orde Baru, menteri penerangan menerangkan poin mana yang dilarang (sebelum ditutup). Tapi kok ini nggak ada klarifikasi dahulu dengan pihak terkait, maknya ini lebih gila dari orde baru," ujar Ubaidillah di ruang rapat gedung Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
"Mendapatkan kenyataan kejadian seperti ini terhadap setidaknya 19 situs yang diblok dan kemudian kita tidak diberitahukan dan hanya diberitakan di sejumlah media, itu sangat merugikan kami karena berita-berita (di media massa) itu sangat bias dan liar," Ubaidillah menambahkan.
Ubaidillah membantah keras medianya mendukung penyebaran ajaran dan paham ISIS di Indonesia. Saking kesal dengan kebijakan pemerintah, Ubaidillah mengatakan akan ada pengadilan yang lebih tinggi dari pengadilan di dunia.
"Ada pengadilan yang lebih tinggi dari ini semua, nanti di akherat kita akan ketemu," kata Ubaidillah.
Ubaidillah pun meminta bukti jelas jika situsnya berikan konten radikal dan mendukung ISIS.
"Menyangkut ISIS, karena ke 19 media ini tidak ada yang dukung ISIS, tolong cari mana ada berita yang dukung ISIS. Memberitakan aja kami tidak ada ISIS," kata Ubaidillah.
"Buat apa? Apa itu ISIS? Mengapa ISIS? Hak penting bagi kami. Karena itu tindakan ini sangat gegabah serampangan. Tanpa klarifikasi. Kemudian kalau itu disebut radikal, terus terang bisa dilihat kontennya. Media-media itu juga merujuk ke Antara, BBC, AFP, Reuters, CNN, apakah media-media yang saya sebutkan itu radikal? Saya kira tidak," lanjutnya.
Ubaidillah datang ke kantor Kemenkominfo bersama pengelola aklislamiccenter.com, hidayatullah.com, kiblat.net, panjimas.com, arrahmah.com, dan gemaislam.com. Mereka mewakili pemilik situs Islam yang diblokir. Mereka diterima oleh Staf khusus Menkominfo Bidang Hukum, Regulasi, dan Strategis Danrivanto Budhijanto dan Kepala Humas Ismail Cahwidu.
Sementara Kominfo membuat rekomendasi blokir 22 situs Islam berdasarkan laporan BNPT. BNPT pun menerima pengaduan dari masyarakat.
"Menurut BNPT itu sudah melalui proses dari masyarakat kemudian BNPT analisis dan memeriksa. Di kominfo meneliti tidak pada substansi kenapa itu radikal atau tidak. Kami anggap itu udah melalui proses di BNPT," kata Ismail.
Blokir harus ke pengadilan
Di tempat berbeda, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai pemerintah tidak bisa secara sembarangan dan sepihak memblokir laman online dengan alasan keterkaitan dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kata pakar hukum tata negara itu, pemerintah mesti melibatkan pengadilan untuk melakukan eksekusi pemblokiran laman online emacam ini.
"Mestinya atas perintah hakim. Minta izin dulu ke pengadilan," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan.
Kata dia ada putusan Mahkamah Konsitusi yang mengatur hal ini. Karenanya, pemblokiran tersebut perlu izin dari pengadilan setempat.
"Itu sudah menyangkut hak, MK sudah pernah menerbitkan vonis sebelum ada keputusan pengadilan tidak bisa. Harus izin pengadilan setempat," ujarnya.