Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan anak-anak yang sering bermain permainan atau games peperangan mudah direkrut menjadi anggota ISIS.
Belum lama ini muncul sebuah video pelatihan perang ISIS yang isinya diduga sebagai anak-anak Indonesia. Video itu beredar di laman Youtube, Selasa (17/3/2015) lalu. Ada beberapa video yang di antaranya berjudul "Cahaya Tarbiyah di Bumi Khilafah" dan "Anak-anak Indonesia Berlatih AK-47 dengan ISIS".
Jauh sebelum adanya video itu, ISIS juga pernah merilis sebuah video yang memperlihatkan bocah-bocah berbahasa Melayu melakukan berbagai aktivitas seperti belajar, berdoa, dan mengikuti kursus tempur. Sejumlah pakar menilai, kemunculan video tersebut berpotensi mengundang dukungan dan radikalisasi warga di Malaysia.
Dalam video berjudul Pendidikan di Kekhalifahan itu terlihat sedikitnya 20 anak penutur Bahasa Melayu melakukan kegiatan di wilayah yang dikuasai ISIS. ISIS juga merilis sejumlah foto para siswa di akademi Abdullah Azzam yang belajar dengan pengantar Bahasa Melayu. Akademi itu dipersiapkan sedemikian rupa bagi anak-anak anggota ISIS dari kawasan Asia Tenggara.
Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris mengatakan memang benar ISIS merekrut anak-anak, bukan cuma orang dewasa. Berdasarkan penelusuran BNPT, anak-anak yang direkrut itu kebanyakan yang termotivasi memegang senjata dan perang.
"Anak-anak yang tidak dikontrol oleh orangtuanya, waktunya habis untuk main games. Nah kalau anak-anak itu di dalamnya ada dua kalau main games. Kalau main games, saya jagoan dia bajingan," jelas Irfan saat ditemui di sebuah diskusi tentang terorisme di Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Irfan menjelaskan kelompok ISIS memafaatkan semangat anak-anak untuk berperang. Pengaruh itu disampaikan lewat propaganda video dalam Youtube tersebut.
"Dia bilang, dulu main games di layar kaca, perang dan angkat senjata. Nah itu yang jadi alasan dan pemicu. Ada tekanan di dalam jiwa mereka ketika melihat propaganda seperti itu," papar dia.
Sementara ditemui di tempat yang sama, Pengamat Terorisme Universitas Indonesia Nasir Abbas mengatakan belum terlambat untuk mencegah propaganda ISIS lewat media sosial dan internet.
BNPT harus proaktif kerjasama dengan Kementerian Telekomunikasi dan Informatika untuk mem-block konten propaganda ISIS. "Kalau orang yang menyebar fitnah bisa dipenjarakan, sekarang apakah mungkin yang menyebarkan ancaman atau seruan atau aksi seperti ISIS itu bisa dipidanakan?" kata Nasir.