Virus Komputer Dahsyat Ini Dioperasikan Oleh AS dan Sekutunya

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 28 Januari 2015 | 16:28 WIB
Virus Komputer Dahsyat Ini Dioperasikan Oleh AS dan Sekutunya
Ilustrasi virus komputer (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Regin, virus komputer yang sempat bikin heboh pada November 2014, disebut sebagai alat peretas yang dioperasikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya untuk memata-matai target di sejumlah negara, demikian dikatakan pakar keamanan komputer Selasa (27/1/2015).

Kesimpulan itu disampaikan perusahaan keamanan komputer Kaspersky Lab, setelah menganalisis data-data yang dibocorkan mantan agen badan intelijen AS, Edward Snowden, ke majalah Jerman, Spiegel.

Costin Raiu, pemimpin riset Kaspersky Lab, mengatakan bahwa sebagian besar kode yang dibocorkan oleh Snowden hanya cocok dengan program jahat atau virus Regin. Raiu juga mengatakan bahwa tampaknya badan mata-mata beberapa negara Barat sudah menggunakan Regin selama 10 tahun terakhir.

"Sejumlah kelompok peretas menggunakan platform Regin dan ini adalah sesuatu yang baru kami temukan," kata Raiu.

Sebelumnya Spiegel melaporkan bahwa Regin digunakan untuk meretas Belgacom, sebuah operator telekomunikasi seluler di Belgia, dan menyasar telepon-telepon seluler pintar di Eropa.

Sejauh ini Regin sudah ditemukan di lebih 24 situs di 14 negara, termasuk di Rusia, India, Jerman, dan Brasil. Targetnya adalah badan-badan pemerintah, institusi keuangan, dan badan-badan internasional.

Temuan baru itu juga menunjukkan bahwa Regin digunakan sebagai alat meretas oleh empat negara sekutu utama AS, yakni Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Mereka sering dijuluki sebagai "Five Eyes".

Pada November lalu, perusahaan antivirus AS, Symantec mengungkapkan keberadaan Regin, sebuah virus yang diduga kuat digunakan sebagai alat mata-mata di internet. Symantec mengatakan bahwa Regin ditemukan di 10 negara, termasuk Rusia, Arab Saudi, Belgia, Austria, Pakistan, Iran, Afghanistan, India, Irlandia, dan Meksiko. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI