Pemerintah Cina Retas Pusat Data Apple

Selasa, 21 Oktober 2014 | 15:51 WIB
Pemerintah Cina Retas Pusat Data Apple
Ilustrasi peretas Cina (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Fasilitas penyimpanan data layanan iCloud Apple di Cina diserang peretas yang berupaya mencuri informasi-informasi pengguna, demikian diungkap sebuah kelompok pemantau internet di Cina. Mereka juga menuding pemerintah Cina mendukung para peretas itu.

Menggunakan teknik yang disebut "man-in-the-middle" (MITM), para peretas menempatkan website mereka di antara pengguna dan server iCloud, mencegat aliran data, dan kemungkinan mencuri password, foto, pesan singkat, dan daftar kontak para pemilik akun iCloud.

Menurut Greatfire.org, organisasi yang meneliti kebijakan sensor internet di Cina, ada kemungkinan keterlibatan pemerintah dalam serangan itu karena cara-cara yang digunakan mirip dengan serangan terhadap Google, Yahoo, dan Microsoft.

Adapun juru bicara kementerian luar negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan bahwa Beijing menolak cara-cara peretasan dan mengklaim bahwa pemerintah Cina sendiri adalah sasaran utama para peretas.

Serangan itu, menurut Greatfire.org, dilancarkan hanya beberapa pekan setelah Apple mengumumkan akan mulai memindahkan data iCloud milik penggunanya di Cina ke server-server telekom lokal.

Aksi peretas itu juga bertepatan dengan dimulainya penjualan iPhone 6 di Cina.

Menurut dua pakar keamanan online yang dihubungi Reuters mengatakan bahwa laporan Greatfire itu layak dipercaya.

"Semua bukti yang saya lihat mendukung bahwa serangan itu nyata. Pemerintah Cina secara langsung menyerang pengguna produk-produk Apple di negerinya sendiri," kata Mikko Hypponnen dari F-Secure, sebuah perusahaan software keamanan online.

Greatfire.org mengatakan serangan seperti itu tidak mungkin dilancarkan tanpa sepengetahuan penyedia jasa internet Cina seperti China Telecom. Adapun tudingan itu disangkal oleh China Telecom.

"Tuduhan itu tidak benar dan tidak berdasar," kata juru bicara perusahaan tersebut. (Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI