Penolakan terhadap RUU Pilkada, kata Rustika, juga disuarakan di media sosial. Sebanyak 91,57 persen netizen me-mention dukungan terhadap Pilkada langsung atau menolak RUU Pilkada, ujarnya.
Dari 1.806 pemberitaan mengenai penolakan terhadap RUU pilkada, kata Rustika, eksposure terhadap Partai Demokrat mencapai posisi tertinggi yakni 696 berita, atau sekitar 38,6 persen pemberitaan. Sementara itu sekitar 14,5 persen merupakan suara (pemberitaan) tentang PDIP.
"Dalam pemberitaan Pendukung RUU Pilkada, Gerindra mendominasi 202 pemberitaan atau 37,6 persen dari 537 pemberitaan. Sementara Golkar menempati porsi sebesar 26 persen," tutur Rustika.
Berdasarkan Analisis media online dan twitter dilakukan oleh Indonesia Indicator (I2), lembaga riset berbasis piranti lunak Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis indikasi politik, ekonomi, sosial di Indonesia melalui pemberitaan (media mapping), wacana RUU Pilkada memuncak pada bulan September 2014 tatkala Koalisi Merah Putih mendorong penghapusan Pilkada Langsung dalam RUU Pilkada.
"Gerakan Koalisi Merah Putih tersebut langsung mendapat respons di media massa. Di media online, isu penghapusan pilkada langsung umumnya mendapat reaksi negatif," paparnya.
Pemberitaan yang mendukung Pilkada Langsung (tolak RUU Pilkada) jumlahnya 3 kali lipat dibanding Pendukung RUU Pilkada di media dalam sebulan terakhir. Pengguna media sosial ternyata memiliki tingkat kepedulian yang cukup tinggi terhadap isu seputar RUU Pilkada. (Antara)