Inilah Penjelasan soal "Cincin Asap" Gunung Slamet

Kamis, 11 September 2014 | 19:49 WIB
Inilah Penjelasan soal "Cincin Asap" Gunung Slamet
Gunung Slamet mengeluarkan asap berbentuk cincin terlihat dari Desa Tuwel, Kabupaten Tegal, Jateng, Kamis (11/9). [Antara/Oky Lukmansyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejak ditetapkan naik statusnya menjadi "Siaga" pada Agustus 2014 lalu, aktivitas Gunung Slamet tercatat lumayan meningkat. Salah satu yang cukup intens adalah dalam dua hari terakhir, yang salah satunya ditandai pada hari ini, Kamis (11/9/2014), dengan kemunculan sebentuk "cincin asap" akibat "batuknya" gunung tersebut.

Terkait hal itu, salah seorang pengamat yang juga peneliti, Ma'rufin Sudibyo, mencoba memberikan sedikit penjelasan tentang kemunculan "cincin asap" yang menurutnya memang tergolong langka tersebut. Menulis di laman Facebook-nya, Ma'rufin pada intinya mengingatkan bahwa meskipun tetap perlu waspada, kemunculan cicin asap justru sebenarnya pertanda kecilnya potensi letusan besar.

"Cincin asap adalah fenomena yang sangat jarang terjadi apalagi di Indonesia. Sependek yang saya tahu, kejadian yang terdokumentasi ya baru di Gunung Slamet ini," tulis Ma'rufin.

"Cincin asap terbentuk dari gas dan uap air yang termampatkan dan lantas keluar dari lubang letusan dengan tekanan dan kecepatan yang pas, sehingga tak buyar namun juga tak melayang rendah," jelasnya.

"Fenomena ini justru menegaskan bahwa saluran magma Gunung Slamet memang tetap terbuka. Sehingga magma dan gas yang hendak menyeruak keluar tak sempat tertahan di 'leher' gunung. Dengan saluran yang terbuka, potensi terjadinya letusan besar boleh dikata cukup kecil," sambungnya.

Ma'rufin lantas menekankan pentingnya kewaspadaan, sembari memantau informasi resmi dari instansi berwenang, terutama agar terhindar dari kabar-kabar atau desas-desus tak jelas yang justru bisa berdampak negatif.

"Yang penting tetap waspada, tetap mencermati perkembangan sang gunung, tetap memantau informasi BPBD setempat dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi," tulisnya pula.

"Tak perlu membesar-besarkan klaim, info (apalagi foto) yang belum jelas juntrungannya. Kerap sebuah bencana menjadi petaka berlipat ganda (yang sejatinya tak perlu sampai sejauh itu) kala ia disebarkan sebagai desas-desus via retweet dan share yang merambah ke mana-mana," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI