Studi: Badai Bernama Feminin Lebih Mematikan

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 03 Juni 2014 | 16:10 WIB
Studi: Badai Bernama Feminin Lebih Mematikan
Ilustrasi badai (Reuters/NOAA).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketika badai dinamai dengan nama feminin, maka korban akibat fenomena alam lebih banyak dibanding saat badai itu dinamai dengan nama lelaki.

"Badai bernama feminim biasanya menyebabkan kematian lebih banyak, karena orang tidak kurang mengantisipasinya," tulis para peneliti dalam jurnal Proceeding of the National Academy of Sciences.

Dengan kata lain badai yang dinamai "Bruno" akan membuat lebih banyak orang mengungsi diri ketimbang badai bernama "Ana".

Dalam penelitian itu para ilmuwan menganalisis jumlah kematian akibat badai di Amerika Serikat dalam 60 tahun terakhir.

Selain itu mereka juga menggelar serangkaian eksperimen untuk memperkuat hipotesisnya. Dalam sebuah eksperimen, mereka meminta sejumlah sukarelawan untuk memperediksi badai paling kuat dari daftar 10 nama badai (lima bernama maskulin dan lima lainnya feminin).

Hasilnya para sukarelawan menilai bahwa badai bernama maskulin yang paling kuat di antara 10 nama badai itu.

Dalam tes lainnya, sukarelawan kembali ditanya badai mana yang paling mematikan "Badai Alexander" atau "Badai Alexandra". Hasilnya mayoritas sukarelawan memilih badai Alexander.

Pada eksperimen ketiga, para sukarelawan ditanya, di antara dua badai ini: Badai Christopher dan Badai Christina, mana yang akan membuat mereka mengungsi? Jawabannya bisa ditebak, sebagian besar responden mengaku akan lari jika terjadi Badai Christopher.

Tetapi mengapa badai harus diberi nama?

Menurut pusat badai nasional AS, dengan memberi nama maka badai akan mudah diingat dan dibedakan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan data Encyclopedia of Hurricanes, Typhoons and Cyclones, selama beberapa dekade semua badai di AS diberi nama yang sifatnya feminin. Alasannya, karena badai tidak bisa diprediksi, sama seperti perempuan.

"Praktek ini berakhir pada 1970an, ketika masyarakat semakin sadar akan bias gender. Sejak itu sistem penamaan bergantian, maskulin dan feminin, mulai diadopsi," bunyi penelitian tersebut.

Setiap tahunnya di AS badai-badai dinamai sesuai urutan abjad, berganti-ganti antara nama feminin dan maskulin. (CNN)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI