Suara.com - Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa metanogen - mikroorganisme yang termasuk mahluk hidup paling sederhana dan tua di muka Bumi - ternyata bisa bertahan hidup di Mars.
Metanogen memanfaatkan hidrogen sebagai sumber energi dan karbon dioksida sebagai sumber karbon, untuk menjalankan proses metabolisme dan memproduksi metana. Metanogen hidup di tempat sampah dan rawa-rawa, tetapi juga bisa ditemukan di usus sapi dan juga pada bangkai binatang.
Metanogen termasuk jenis mahluk anaerobik atau mahluk hidup yang tidak butuh oksigen. Mahluk kecil itu juga tidak membutuhkan nutrisi organik dan tidak memerlukan proses fotosintesis atau sinar matahari untuk hidup.
Karena sifat-sifatnya itu, kata para peneliti yang menemukan fakata itu, metanogen bisa bertahan hidup di Mars. Penelitian itu sendiri dipresentasikan pada arena General Meeting of the American Society for Microbiology yang digelar 17 sampai 20 Mei di Boston, Amerika Serikat.
Rebecca Mickol, kandidat doktor dalam bidang studi antariksa dan tata surya di University of Arkasas, AS, mengatakan ada dua spesies metanogen yang bisa hidup di Mars. Pertama adalah Methanothermobacter wolfeii dan Methanobacterium formicicum.
Dalam studinya Mickol menggelar eksperimen, untuk menguji daya tahan kedua binatang itu jika dibawa ke Mars, yang cuacanya bisa berganti secara ekstrem dari sangat panas menjadi sangat dingin hanya dalam satu hari.
Methanothermobacter wolfeii idealnya hidup di tempat bersuhu 37 derajat Celcius sementara Methanobacterium formicicum bisa bertahan hingga suhu 55 derajat Celcius.
"Suhu permukaan Mars sangat bervariasi, dari minus 90 derajat Celcius hingga 27 derajat Celcius dalam satu hari di Mars," kata Mickol.
Jika ada mahluk hidup yang bertahan di Mars saat ini, jelas Mickol, maka ia tentu bisa beradaptasi dengan perubahan suhu ekstrem itu.
"Kemampuan kedua jenis metanogen ini untuk bertahan di siklus suhu ekstrem Mars menunjukkan bahwa mereka punya potensi untuk hidup di bawah permukaan tanah Mars," jelas dia lebih lanjut.
Kedua species itu dipilih karena salah satu dari mereka bersifat hiperthermofilik, yang artinya bisa bertahan di bawah suhu panas yang ekstrem. Sementara salah satu spesies bersifat termofilik, yang bisa bertahan di suhu hangat.
"Suhu dingin di Mars menghambat pertumbuhan mereka, tetapi mereka bertahan," kata Mickol, "Ketika mereka kembali ke suhu hangat, mereka bisa bertumbuh, bermetabolisme kembali." (Phys.org)