Suara.com - Keju tertua di dunia ditemukan pada tubuh sejumlah mumi yang dimakamkan di Gurun Taklamakan, Cina. Mumi yang masing-masing berusia sekitar 3800 tahun itu dimakamkan dengan beberapa bongkah keju, yang diduga menjadi semacam bekal dalam perjalanan ke alam baka.
Keju yang ditemukan pada makam purba itu adalah jenis yang mudah dibikin, bergizi, dan mudah dicerna.
"Selain sederhana, keju itu punya kualitas yang dibutuhkan untuk mendukung ekspansi ekonomi dari binantang memamah biak di Eurasia Timur," tulis para ilmuwan dalam penelitian yang diterbitkan di Journal of Archaelogical Science, edisi Februari.
Sebelumnya para ilmuwan sudah menemukan petunjuk adanya pembuatan keju di sekitar milenium keenam sebelum Masehi. Tetapi mereka belum menemukan contoh keju dari era itu. Sebagian besar bukti hanya berupa ampas lemak yang ditemukan wadah-wadah rumah tangga yang tertinggal.
Penemuan keju purba itu sendiri terjadi saat penggalian di Kuburan Xiaohe pada 2002 sampai 2004. Kuburan purba itu petama kali ditemukan di padang pasir pada 1934. Di lokasi itu ditemukan ratusan mumi yang dimakamkan di dalam peti kayu, yang bentuknya mirip perahu terbalik.
Mumi-mumi bersama asesoris yang ditingalkan bisa bertahan dengan baik karena peti-peti tersebut dilapisi dengan kulit sapi, yang sangat bagus dalam menahan udara.
Keju-keju purba yang ditemukan berukuran 1 - 2 sentimeter, berwarna kuning, dan tergantung di leher serta dada para mumi. Kebanyakan mumi punya karakter fisik Eurasia.
Hasil analisis kimia atas keju-keju itu menunjukkan bahwa produk-produk berbasis susu zaman purba tidak menggunakan enzim, yang disebut rennet, yang biasa ditemukan pada usus binatang pemamah biak. Enzim itu berguna untuk membuat keju lebih keras.
Alih-alih para manusia purba menggunakan ragi dari mikroba seperti lactobacillus dan saccharomycetaceae. Ragi jenis itu masih digunakan hingga saat ini dalam pembuatan kefir, sejenis minuman dari susu di wilayah kaukasus. Keju purba itu juga hanya sedikit mengandung garam, sehingga bisa bertahan lebih lama.
Para ilmuwan menduga keju itu dibuat untuk segera dimakan dan bukan untuk perbekalan yang dikonsumsi dalam perjalanan jauh.