Suara.com - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengaku salut dan mengatakan Indonesia bisa belajar dari penyelenggaraan Olimpiade Tokyo yang secara resmi berakhir, Minggu (8/8/2021).
Menurut Menpora Zainudin Amali dalam laman resmi Kemenpora, kesuksesan Tokyo dalam menggelar pesta olahraga terbesar di dunia tersebut di tengah pandemi COVID-19, tak lepas dari protokol kesehatan (prokes) ketat dan disiplin yang diterapkan.
"Saya harus menyampaikan rasa salut kepada penyelenggara Olimpiade 2020 Tokyo dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang bisa melaksanakan multievent olahraga tingkat dunia di tengah pandemi COVID-19 yang masih mewabah di Jepang," kata Menpora.
"Kontingen kita juga aman sejak berangkat sampai dengan kembali," Zainudin menambahkan.
Baca Juga: Sukses Besar di Olimpiade Tokyo, Filipina Pede Tatap Asian Games 2022
Zainudin menilai sistem bubble yang diterapkan panitia merupakan pilihan yang tepat. Peserta yang tampil hanya diperkenankan untuk berpergian dari penginapan ke tempat latihan atau pertandingan saja.
Pada sisi lain, kesadaran peserta yang berasal dari berbagai negara secara disiplin mengikuti protokol kesehatan juga menjadi faktor yang penting suksesnya ajang empat tahunan ini.
"Negara-negara lain bisa belajar dari keberhasilan Jepang ini termasuk kita di Indonesia yang akan menyelenggarakan, baik multievent maupun single event di dalam negeri. Kegiatan olahraga terlaksana dengan prokes yang ketat dan disiplin," ujar Menpora.
Sebelumnya, Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia untuk Olimpiade kali ini, Rosan Perkasa Roeslani juga mengaku memetik pembelajaran dari pelaksanaan Tokyo 2020.
Menurutnya, Indonesia bisa melakukannya seperti dalam pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 Papua yang dijadwalkan Oktober mendatang.
Baca Juga: Resmi Berakhir, Tokyo Serahkan Bendera Olimpiade ke Paris
Menurut Rosan, salah satu kunci Olimpiade Tokyo bisa terlaksana dengan lancar meski masih dalam ancaman pandemi, yaitu adanya peraturan dan protokol kesehatan yang jelas dan ketat yang berlaku kepada seluruh peserta, atlet, ofisial, hingga panitia yang terlibat.
“Banyak sekali yang dapat menjadi pelajaran dari event sebesar ini karena di sana yang pertama kali disampaikan bahwa tidak ada toleransi untuk pelanggaran-pelanggaran dan semua itu dilakukan secara efisien dan peraturan yang jelas,” kata Rosan dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Jumat lalu.
Rosan mencontohkan sebelum berangkat ke Jepang, seluruh atlet, ofisial dan pelatih harus terlebih dahulu melaporkan rencana kegiatan mereka selama di Tokyo.
Dengan demikian, mereka hanya diperbolehkan keluar beraktivitas sesuai dengan jadwal yang telah dilaporkan dalam rencana kegiatan tersebut.
Demi meminimalisir penularan, interaksi dan aktivitas atlet selama di Tokyo juga dibatasi hanya di seputar tempat penginapan, tempat latihan dan arena pertandingan.
Tak hanya itu, seluruh atlet juga harus menjalani karantina dua pekan di Tanah Air dengan satu pekan terakhir mesti menjalani tes usap PCR setiap harinya. Hasil tes tersebut juga harus dilaporkan ke pemerintah Jepang.
"Ketika tiba di Kampung Atlet harus tes PCR dan uji saliva itu selama tujuh hari berturut-turut. Apabila ada yang positif, langsung dikarantina. Protokol itu sangat jelas,” tuturnya.
Meski protokol kesehatan sudah diterapkan dengan ketat dan disiplin, menurut Rosan, potensi tertular virus Corona tetap ada, tetapi tidak sampai menciptakan klaster yang meluas karena panitia juga sudah menyiapkan langkah-langkah mitigasi yang jelas.
[Antara]