Suara.com - Keberhasilan menjadi juara Tour de France 2021 membuat Tadej Pogocar mencetak sejarah sebagai pebalap termuda yang mampu menjuarai turnamen tersebut dua kali beruntun.
Pebalap berusia 22 tahun asal Slovenia yang menjuarai Tour de France dalam debutnya tahun lalu itu mengalahkan rival-rivalnya di pegunungan Alpen melalui serangan jarak jauh pada etape delapan dan mengendalikan kompetisi hingga usai.
Dia mengalahkan pebalap Denmark Jonas Vingegaard dengan jarak lima menit 20 detik, sedangkan pebalap Ekuador Richard Carapaz menduduki peringkat tiga dengan selisih waktu 7:03 dari sang juara ketika tim Ineos Granadier gagal bersinar kembali setelah tahun lalu juga gagal.
Pogacar menyelesaikan etape 21 pada Minggu dengan bermain aman di dalam rombongan ketika pebalap Belgia Wout van Aert mengalahkan kompatriot Jasper Philipsen lewat sprint. Pebalap Inggris Mark Cavendish finis ketiga hari itu.
Baca Juga: Kasus Corona Jelang Olimpiade Tokyo Bertambah, Kini 2 Atlet Positif Covid-19
Pogacar melewati pertarungan final itu dari peloton utama dan mengangkat tangannya ketika dia melintasi finis.
"Saya melihatnya sebagai sang Kanibal baru," kata juara Tour lima kali Eddy Merckx yang menyandang sebutan itu karena nafsu yang tak pernah terpuaskan untuk menang dan menjuarai Tour pertamanya pada 1969 saat berusia 23 tahun.
"Dia sangat kuat. Saya melihat dia memenangi beberapa edisi Tour dalam beberapa tahun ke depan. Jika tidak terjadi apa-apa kepadanya, dia tentunya bisa memenangi Tour de France lebih dari lima kali," kata Merckx seperti dikutip Reuters.
Pada saat Pogacar mengaku tidak ingin dibanding-bandingkan, pebalap tim UAE Emirates itu membuat rival-rivalnya waspada saat dia menyerang di Col de Romme pada etape delapan yang merupakan manuver serupa dengan yang dilakukan Merckx atau juara Tour lima kali lainnya Bernard Hinault.
Pogacar menjuarai dua etape tanjakan di Pyrenees dan satu individual time trial, yang menjadi bukti kualitasnya sebagai pesepeda serba bisa. Tanda kelemahan awalnya muncul pada pekan kedua saat melaju di Mont Ventoux.
Baca Juga: Suasana Tokyo Jelang Pembukaan Olimpiade
Dia menyelesaikan Tour dengan juga memakai jersey putih sebagai pebalap terbaik di bawah usia 25 tahun serta jersey polkadot untuk klasifikasi tanjakan, seperti tahun lalu.
Sedangkan jersey hijau diklaim Cavendish setelah sang pebalap Inggris menyamai rekor 34 kemenangan etape yang dipegang Merckx, dengan empat kemenangan tahun ini meskipun gagal meraih yang ke-35 gara-gara kalah dari Van Aert hari ini.
Hal itu menandai comeback spektakuler Cavendish yang kembali turun di Tour untuk pertama kalinya sejak 2018 menyusul performa yang jeblok dan masalah kesehatan mental yang dialaminya.
Cavendish dengan sempurna dibantu oleh rekan-rekan setimnya di Deceuninck-Quick Step untuk kategori sprint saat tim asal Belgia itu mengklaim lima kemenangan dalam Tour tahun ini.
Setelah kalah pada sprint massal pertama, Cavendish tak dapat dikejar, menghindari sejumlah kecelakaan yang mewarnai Tour tahun ini dan mengirim saingan utamanya, Caleb Ewan, pulang setelah etape ketiga.
Sejumlah kecelakaan itu juga mengakhiri harapan runner-up tahun lalu Primoz Roglic yang mundur sebelum etape delapan, sedangkan kesempatan co-leader tim Ineos Granadier Geraint Thomas dan Tao Geoghegan Hart juga pupus saat mereka menabrak dek pada awal turnamen.
Hari-hari terakhir diwarnai oleh dugaan skandal doping ketika kejaksaan Prancis di Marseille membuka investigasi terhadap tim Bahrain Victorious setelah kendaraan dan akomodasi tim itu digeledah oleh polisi Rabu.
Bahrain Victorius mengatakan mereka patuh dan bekerja sama mendukung investigasi itu.
Mereka memenangi tiga etape tahun ini saat pebalap Belgia Dylan Teuns menyerang sendirian di pegunungan, sedangkan Matej Mohoric asal Slovenia mengklaim dua kemenangan berkat breakaway dari peloton utama, demikian dilansir dari Antara.