Kurangnya Tenaga Medis, Masalah Berikutnya bagi Olimpiade Tokyo

Rully Fauzi Suara.Com
Jum'at, 05 Februari 2021 | 04:00 WIB
Kurangnya Tenaga Medis, Masalah Berikutnya bagi Olimpiade Tokyo
Ring Olimpiade yang berada di markas besar ICO di Lausanne, Swiss. [AFP/Fabrice Coffrini]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dokter dan perawat Jepang yang memerangi virus Corona tidak akan punya waktu untuk menjadi sukarelawan membantu Olimpiade, kata asosiasi medis, sehingga bakal memunculkan masalah berikutnya bagi panitia dalam menyelenggarakan Olimpiade Tokyo yang sudah tertunda itu.

Direktur Asosiasi Medis Tokyo, yang mewakili 20.000 dokter dari puluhan kelompok medis yang lebih kecil, mengatakan para dokter dan perawat berada di bawah tekanan yang terlalu berat untuk menangani gelombang ketiga pandemi bahkan untuk mempertimbangkan mendaftar ke Olimpiade.

"Tidak peduli bagaimana saya melihatnya, itu tidak mungkin," kata Satoru Arai, yang asosiasinya diminta oleh Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo dan Pemerintah Metropolitan Tokyo Maret lalu untuk mendapatkan lebih dari 3.500 staf medis untuk ajang tersebut.

"Saya mendengar dokter yang awalnya mendaftar menjadi sukarelawan mengatakan tidak mungkin mereka mengambil cuti untuk membantu ketika rumah sakit mereka benar-benar kewalahan," sambungnya kepada Reuters pekan ini, seraya menambahkan bahwa dia tidak dapat memaksa dirinya untuk mendorong sukarelawan di saat kritis.

Baca Juga: Detail Kontrak Bocor, Messi Seret 5 Petinggi Barcelona ke Pengadilan

Olimpiade harus ditunda dari Juli dan Agustus tahun lalu karena COVID-19 menyebar ke seluruh dunia dan sekarang dijadwalkan pada 23 Juli-8 Agustus 2021.

Tetapi kluster-kluster infeksi yang terus bermunculan di Jepang telah menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan penyelenggaraan Olimpiade tahun ini dan mengikis dukungan untuk pesta olahraga sejagat itu di tengah kekhawatiran publik tentang atlet dan penonton yang membawa kasus baru.

Infeksi baru di Jepang naik ke level tertinggi baru pada awal Januari, memicu keadaan darurat di Tokyo dan beberapa daerah lainnya. Pemerintah memperpanjang keadaan darurat di sebagian besar tempat itu pada hari Selasa lalu.

Jepang bernasib lebih baik daripada beberapa negara lain dalam perjuangan melawan virus. Negara itu telah mencatat 390.000 kasus dan 5.794 kematian.

Hingga Rabu kemarin, 73 persen tempat tidur yang tersedia di Tokyo untuk pasien COVID-19 sudah penuh, dengan 2.933 orang.

Baca Juga: Biang Kerok Kekalahan 0-9 Dibully Habis di Medsos, Soton Tak Tinggal Diam

Pemerintah bertekad untuk mengadakan Olimpiade, antara lain untuk menunjukkan harapan akan berakhirnya pandemi.

Tanpa Penonton

Sebagai bagian dari persiapan, Menteri Olimpiade Seiko Hashimoto mengatakan kepada parlemen pekan lalu bahwa pemerintah memiliki rencana untuk mengamankan sekitar 10.000 personel medis untuk Olimpiade tersebut.

Arai mengatakan Olimpiade tanpa penonton akan meringankan sebagian besar beban penyediaan dokter dan asosiasinya percaya begitulah seharusnya diselenggarakan.

Sementara kemungkinan Olimpiade tanpa penggemar telah dimunculkan, penyelenggara mengatakan mereka bahkan enggan untuk memikirkannya.

Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar tentang layanan medis.

Penyelenggara telah menyarankan bahwa sukarelawan dokter dapat dibayar untuk pekerjaan mereka, menurut seorang anggota parlemen yang menghadiri pertemuan pada Selasa.

Itu akan menandai penyimpangan dari apa yang telah menjadi praktik umum di Olimpiade-Olimpiade sebelumnya, di mana staf medis yang maju menjadi sukarelawan tanpa bayaran.

Tapi Arai mengatakan bahwa ini bukan soal uang. Kekhawatirannya hanyalah bahwa para dokter akan kewalahan dengan pasien virus Corona dan vaksinasi sepanjang musim panas.

[Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI