Suara.com - Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PBSI, Susi Susanti mengatakan bahwa perginya Mia Audina telah memutus regenerasi tunggal putri bulutangkis di Indonesia dan menyebabkan kemunduran prestasi dari nomor tersebut.
"Saat itu Mia paling muda dan menonjol, yang lain tersebar. Ternyata Mia dibawa menikah dengan orang Belanda. Satu generasi hilang dan ini sulit menggantikannya," kata Susi di Jakarta, Sabtu (22/8/2020).
Menurut Susi Susanti, yang pernah meraih medali emas Olimpiade 1992 Barcelona, terputusnya satu generasi emas menjadi alasan utama tunggal putri pelatnas jadi tak punya sosok panutan.
Di era Susi Susanti masih berkiprah, sektor tunggal putri Indonesia sangat ditakuti. Tak hanya karena dirinya, tapi ada juga sosok Sarwendah Kusumawardhani dan beberapa tunggal putri lainnya yang juga menonjol.
Baca Juga: Ini yang Bikin Film Susi Susanti Diputar di FSAI 2020
Namun, setelah era Susi, Indonesia nyatanya kesulitan menemukan bakat hebat lainnya. Hanya Mia Audina yang tercatat sempat digadang-gadang jadi pengganti Susi.
Mia, yang sempat masuk tim Uber Indonesia di usia 14 tahun, memang merupakan talenta luar biasa. Pada usia 17 tahun, dia berhasil meraih medali perak Olimpiade 1996 Atlanta. Dalam periode 1995-1997 Mia juga sukses tampil konsisten di Piala Dunia, dengan selalu meraih medali perunggu.
Kehadiran Mia, disebut Susy sempat menjadi harapan baru di sektor tunggal putri. Namun sayangnya, atlet kelahiran Jakarta itu memilih pindah kewarganegaraan Belanda usai menikah.
Meski demikian, Susi Susanti mengatakan saat ini nomor tunggal puteri mulai menunjukkan geliatnya.
"Tiga tahun belakangan ini tunggal di Indonesia mulai naik lagi," kata Susy.
Baca Juga: Uber Cup 1998 Jadi Klimaks Film Susi Susanti, Ini Alasannya
Kekinian, sektor tunggal putri Indonesia diisi oleh para atlet muda antara lain Gregoria Mariska Tunjung, Fitriani, dan Ruselli Hartawan. Namun, performa ketiganya belumlah menonjol. Gregoria cs masih kesulitan untuk bersaing dengan para tunggal putri elit dunia.