Suara.com - Sebelum disiarkan lewat televisi dan kerap berlangsung di tempat megah seperti Las Vegas, tinju adalah olahraga yang begitu sederhana.
Dikutip dari laman resmi Olimpiade, sejarah olahraga tinju dimulai di Mesir sejak 3000 tahun SM (sebelum masehi).
Olahraga yang masuk kategori seni bela diri itu mulai dikenal setelah diikutsertakan dalam Olimpiade kuno yang digelar orang-orang Yunani pada abad ke-7.
Ketika itu, tangan petinju dilapisi oleh kulit lembu. Lengan mereka juga dipakaikan bahan serupa sebagai pelindung.
Baca Juga: Deretan Juara Dunia Tinju dari Indonesia
Bangsa Romawi turut mempopulerkan olahraga tinju yang identik dengan kekerasan, dengan cara yang lebih ekstrem.
Para petinju yang saat itu bertarung di arena gladiator, harus menggunakan saung tangan bertabur logam.
Kondisi itu membuat olahraga tinju menjadi pertarungan hidup mati di mana petarung yang kalah biasanya harus meregang nyawa.
Tinju Profesional
Jatuhnya Kekaisaran Romawi sempat membuat olahraga tinju menghilang. Gemanya tak terdengar, sebelum kembali muncul di Inggris pada abad ke-17.
Baca Juga: Luhut Ogah Pakai Promotor Debat, Jubir: Emang Mau Tinju?
Tinju amatir yang terorganisir secara resmi dimulai pada 1880.
Pada awalnya, hanya lima kelas yang dipertandingkan yakni Bantam (-54kg), Bulu (-63,5kg), Menengah (-73kg), dan Berat (+91 kg).
Masuk Olimpiade
Kepopuleran tinju membawa olahraga kontak fisik itu memasuki kancah Olimpiade. Tinju pertama kali dipertandingan pada Olimpiade 1904 di St Louis, Amerika Serikat.
Saat itu, tuan rumah Amerika memboyong semua medali yang dipertandingkan. Hingga kini, Negeri Paman Sam juga terus mendominasi olahraga tinju.
AS hingga kini telah meraih 114 medali dengan rincian 50 emas, 24 perak, dan 40 perunggu. Disusul kemudian oleh Kuba dan Britania Raya.
Sejak memulai debut pada 1904, tinju selalu diikutsertakan dalam Olimpiade kecuali pada 1912. Tinju wanita bahkan menjalani debut pada 2012 lalu.
Bergelimang Uang
Pada awal abad ke-20, olahraga tinju telah menjadi jalan menuju kekayaan. Di sisi lain, tinju turut meleburkan batas-batas sosial dan etnis.
Kekinian Amerika Serikat menjadi pusat dari geliat tinju profesional. Gelombang imigran semakin mewarnai keberagaman petinju profesional di AS.
Pada 1915, orang-orang Irlandia banyak yang hijrah dan bermukim di Amerika Serikat. Karenanya bukan kebetulan mereka menjadi pilar petarung di negeri Paman Sam.
Beberapa petinju hebat AS berdarah Irlandia antara lain Terry McGovern, Philadelphia Jack O'Brien, si kembar Mike dan Jack Sullivan.
Perkembangan tinju semakin bergema setelah orang Afro-Amerika turut menggeluti olahraga tersebut.
Dari mulai Muhammad Ali, Mike Tyson, Floyd Mayweather Jr, hingga kekinian Deontay Wilder adalah sederet petinju Afro-Amerika dengan prestasi gemilang.
Kesuksesan di kancah tinju dunia membuat para petinju itu memiliki harta kekayaan yang luar biasa di samping popularitas dan penghargaan.
Deontay Wilder sebagai contoh, menduduki peringkat ke-20 sebagai atlet dengan pendapatan terbanyak di tahun 2020 versi majalah Forbes.
Forbes mencatat penghasilan Wilder selama 2020 mencapai 46,5 juta dolar AS atau setara Rp 660 miliar.
46 juta dolar AS merupakan bayaran yang ia terima dari bertarung sementara 500 ribu dolar merupakan bayaran endorsement atau iklan.