Suara.com - Pelatih Ganda Putri PBSI, Eng Hian, meminta PBSI memberi kelonggaran agar atlet-atlet Pelatnas bisa bermain rangkap.
Menurutnya, bermain rangkap punya banyak manfaat. Khususnya bagi atlet-atlet putri.
Mereka, kata Eng Hian, akan lebih cepat matang baik dari sisi teknis maupun jam terbang.
Rekomendasi Eng Hian juga didasari kondisi Peltnas PBSI terkini, di mana Indonesia sangat kekurangan atlet-atlet putri bertalenta tinggi.
Baca Juga: Parodi Balap MotoGP Indonesia Tercyduk Medsos MotoGP, Ini Dia Videonya
Mayoritas atlet-atlet muda di PBSI disebut Eng Hian masih jauh dari kata matang untuk bersaing di level elite.
Bermain rangkap dinilanya jadi solusi tepat untuk lebih cepat meningkatkan kualitas.
"Jadi begini, kendala di sektor putri kenapa tidak bisa seperti di sektor putra adalah pertama soal kapasitas mereka. Kemampuan mereka itu standar, rata-rata," kata Eng Hian di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta Timur.
"Dengan kondisi itu, saya minta mereka bisa digali lebih dalam. Caranya adalah biarkan mereka main rangkap. Tapi di PBSI tak pernah terjadi. Pada saat masuk Pelatnas mereka langsung dikotak-kotakkan," tambahnya.
Saat ini, tercatat hanya Apriyani Rahayu, pemain level utama PBSI yang mendapat kesempatan bermain rangkap.
Baca Juga: Virus Corona Renggut 9 Jiwa, Kualifikasi Tinju Olimpiade 2020 Dibatalkan
Selain di sektor ganda putri, Apriyani berpasangan dengan Tontowi Ahmad di sektor ganda campuran.
Eng Hian mengaku senang dengan keputusan PBSI terkait Apriyani. Kendati dia mengungkapkan bahwa kasus Apriyani sejatinya lebih ke arah terpaksa alih-alih berbasis program jangka panjang.
PBSI disebutnya tak benar-benar memiliki program khusus bagi Apriyani.
Atlet bulutangkis 21 tahun itu bermain rangkap lebih karena keterpaksaan, lantaran sektor ganda campuran tengah kekurangan stok pemain putri.
"Dari pertama saya masuk PBSI pada 2014, saya sudah mengusulkan atlet-atlet putri untuk bermain rangkap," beber Eng.
"Terkait Apriyani, itu lebih kepada kurangnya stok pemain di sektor ganda campuran. Misalkan masih ada Butet (sapaan Liliyana Natsir—red), saya tak yakin PBSI mau," tambahnya.
Eng Hian sangat berharap PBSI segera mengubah pola pikir. Di negara-negara lain seperti China dan Jepang, bemain rangkap disebutnya sudah terbukti menghasilkan dampak positif.
"Kalau seperti ini terus, di mana sektor putri hanya berharap pada atlet seperti Apriyani dan Liliyana, itu berarti nunggu buah matang," jelas Eng.
"Kalau seperti itu, kita tak menanam pohon, tapi mencari buah liar. Champions to be born, padahal harusnya kan champions to be made."
"Selama PBSI programnya masih mengkotak-kotakan seperti ini, situasi akan seperti ini terus. Terutama untuk sektor putri," pungkas Eng Hian.