"Karena lawan mereka jauh lebih muda, kuat, dan cepat. Kalau game pertama kalah, mereka harus menang di game kedua, artinya kerja mereka makin berat."
"Mereka sudah sangat matang, jadi di game kedua istirahat dulu. Karena kalau enggak istirahat, memporsir straight game, di samping tenaga terkuras, mungkin mereka bisa kalah," sambungnya.
Strategi yang digunakan Hendra/Ahsan disebut Christian menjadi bukti bahwa pasangan juara dunia 2013 dan 2015 itu memang sudah kaya pengalaman.
![Ganda putra Indonesia, Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan membawa bendera Merah-Putih seusai memenangi pertandingan melawan ganda putra Jepang, Takuro Hoki / Yugo Kobayashi pada laga final Kejuaraan Dunia 2019 di St. Jakobshalle, Basel, Swiss, Minggu (25/8/2019) malam WIB. [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/08/25/75220-hendra-setiawan-mohammad-ahsan.jpg)
Meski secara usia sudah melewati masa keemasan—Hendra 35 tahun dan Ahsan 31 tahun—, The Daddies mampu memaksimalkan faktor nonteknis seperti pengalaman dan mental bertanding.
"Saya pikir ini startegi ini sangat cerdas. Ya, kematangan juara dan cara berpikir pemain berpengalamam pasti seperti itu," pungkas Christian.