Suara.com - Status sebagai mantan atlet tak membuat Liliyana Natsir cuek dengan perkembangan perbulutangkisan Indonesia. Terbukti ia masih memantau progres para pemain di Pelatnas PBSI.
Khususnya sektor ganda campuran yang telah membesarkan namanya. Buktinya ia hadir langsung di Istora Senayan, Jakarta, untuk menyaksikan penampilan Tontowi Ahmad cs di Indonesia Open 2019.
Kehadirannya di Indonesia Open 2019 tak hanya sekadar untuk nostalgia ataupun memberikan dukungan moral.
Baca Juga: Berdarah Indonesia, Pebulutangkis Hong Kong Rindu Makan Mie Instan
Namun, ia juga memberi masukan kepada para juniornya. Diantaranya seperti Praveen Jordan, Melati Daeva Oktavianti, dan Winny Oktavina Kandow.
Lantas apa sajakah masukan-masukan yang diberikan perempuan 33 tahun yang akrab disapa Butet ini kepada 'adik-adiknya' di Pelatnas PBSI? Berikut petikan wawancaranya:
1. Pendapat Anda soal Indonesia Open tahun lalu dengan sekarang?
Bedanya tahun ini hadiahnya lebih besar. Kedua feel-nya juga lain, kemarin jadi pemain sekarang jadi penonton.
Saya juga bilang dari kemarin-kemarin kalau mereka main saya datang untuk mensuport teman-teman. Bukan cuma ganda campuran saja, tapi teman-teman lainnya.
Baca Juga: Wawancara Liliyana Natsir: Tontowi Belum Bisa Move On (Bagian 1)
Saya berharap ya lahir juara-juara baru di Indonesia Open ini. Untuk menambah kepercayaan diri ke Olimpiade 2020.
2. Bagaimana Anda melihat performa ganda campuran Indonesia di Indonesia Open tahun ini?
Memang agak surprise ya. Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja seharusnya punya kans untuk menang. Cuma itulah permainan ada kalah ada menang.
Yang paling penting adalah evaluasi kenapa bisa kalah, apa yang harus dilakukan kedepannya, dan saya rasa belum terlambat karena goal-nya di Olimpiade.
Saya harap pertandingan-pertandingan sekarang ini bisa jadi pengalaman buat mereka walaupun ekspektasinya ganda campuran bisa kasih gelar juara. Cuma ya saya harap mereka jangan down, jangan kecil hati.
Karena saya sering bilang, waktu sebelum Olimpiade 2016 Rio (de Janeiro), setahun sebelumnya itu saya juga merasakan hal yang sama.
Saya agak down karena sering kalah. Tapi yang penting di Olimpiade bagaimana persiapannya, karena puncaknya itu di Olimpiade.
Jadi saya sempat bilang juga ke Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, bahwa tidak apa-apa kamu kalah karena apa yang kalian lakukan dapat pelajaran dari situ.
Kalian kalah kenapa? Apa yang salah? Persiapan kurang? Atau komunikasi kurang itu harus dipelajari.
Jangan setelah dipertandingan kalian tidak dapat apa-apa, harus belajar evaluasi. Biar makin lama makin maju.
3. Bagaimana menurut Anda penampilan Praveen/Melati di Indonesia Open 2019?
Ya itu, kemarin saya juga nonton Praveen/Melati, biasanya waktu ada saya dan Tontowi, penonton pasti terfokus pada saya dan Owi—sapaan akrab Tontowi.
Jadi kalau mereka gagal tak apa-apa yang penting Owi/Butet bisa dapat hasil maksimal.
Saya bilang pada mereka bahwa ini yang harus mereka persiapkan. Karena setelah Owi/Butet tidak ada otomatis yang terbaik ranking-nya adalah Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria.
Seperti kemarin saya lihat Praveen/Melati memang tekanannya besar sekali ke mereka. Kalau mereka mainnya sedang bagus, mungkin enggak kalah.
Tapi kemarin terlihat banget saat tersusul, mungkin pemikiran mereka bagaimana nih. Di game kedua mereka sudah tak bisa berkembang lagi.
Wajar ekspektasi pendukung dan pencinta bulutangkis Indonesia inginnya Praveen/Melati dapat hasil yang terbaik.
Saya rasa mereka juga tidak mau kalah, tapi dari segi mentalnya itu saya rasa belum siap. Saya juga pernah mengalami hal itu.
Saya bisa hattrick juara All England, tapi di Indonesia Open awalnya saya dua kali final tak pernah menang.
Saya sempat berpikir kok aneh ya, All England yang katanya angker saya bisa mendapat hattrick gelar, kok di Indonesia Open tak bisa juara.
Setelah kita evaluasi, dari segi mental atau non teknisnya yang kita kurang. Karena kita tuan rumah kita ingin main maksimal, menggebu-gebu, dan kurang kontrol. Mungkin non teknisnya terlalu banyak yang kami pikirkan saat itu.
Contoh main di tuan rumah ada saudara, keluarga, teman, minta tiket jadi fokus kita tidak cuma ada dipertandingan. Saya evaluasi itu.
Mungkin karena dekat ke mana-mana kita gampang keluyuran. Kalau di luar negeri kan kita cuma di hall dan hotel, begitu saja. Kalau di Indonesia kita kemana-mana kan tahu.
Jadi itu maksudnya untuk teman-teman atlet harus introspeksi karena main di Indonesia ini tidak mudah, penonton begitu banyak. Positifnya kita dapat dukungan, negatifnya beban berat.
4. Saat Praveen/Melati kalah di babak pertama Indonesia Open 2019, Anda sempat berbicara dengan mereka. Apa yang dibicarakan?
Terutama Praveen Jordan ya, dia harus bisa jadi pemimpin. Karena Melati kan lebih junior. Praveen sudah juara All England, lebih pengalaman, dia tahu bagaimana mempersiapkan mental, latihan seperti apa.
Dia harus bisa bimbing Melati, jangan Melati bingung kamu juga ikutan bingung.
Praveen bilang ke saya, iya Cik saya habis ini latihan lebih keras lagi. Mudah-mudahan saya berharap ya.
Ya saya paham semua orang, netizen ingin setelah Tontowi/Liliyana langsung ada lagi ganda campuran penerus.
Namun, semua butuh proses, waktu, sabar, untuk mereka bisa menggantikan posisi Owi/Butet. Karena posisi saya dulu dengan Owi juga tak gampang.
Beban selalu di kita. Kalau kita kalah ya habis lah ganda campuran. Kalau kita menang mah biasa. Jadi mereka harus siap dalam kondisi seperti itu. Itu tak gampang, butuh waktu.
5. Apa nasihat untuk Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria?
Untuk Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria, bagusnya di Indonesia Open 2019 ini mereka mendapat pengalaman.
Saya harapkan semoga mereka mau belajar, evaluasi, berubah, saya yakin masih ada waktu ke Olimpiade nanti.
Olimpiade itu misteri, belum tentu seeded satu, dua, dan tiga dapat medali, kadang-kadang bisa ada kejutan.
Itu yang saya harapkan untuk ganda campuran kita yang lolos ke olimpiade.
6. Bagaimana dengan penampilan Tontowi/Winny di Indonesia Open?
Memang saya ikuti ya dua kali mereka main di Indonesia Open 2019. Saya nonton, saya lihat penampilan Owi sudah cukup bagus, dan dia bisa menjadi pemimpin di pertandingan.
Tadi saya lihat dia bisa bawa Winny sehingga winny juga lebih tenang mainnya, karena memang kemarin saya sempat ngobrol sedikit sama Owi.
Ya dia bilang, "Cik kasih masukan ke Winny, tolong kasih tahu".
Saya bilang kalau mau pertandingan itu yang dipersiapkan mental. Kalau saya terlalu banyak ngomong ke Winny nanti takutnya tegang atau bagaimana kan.
Saya bilang ke Owi juga jangan terlalu galak-galak sama Winny. Jangan balas dendam, mentang-mentang dulu Owi sering saya tekan, sekarang dia mau menekan Winny.
Kan beda, Owi kan laki, sedangkan Winny perempuan. Pastikan perasaanya lebih sensitif. Yang ada Owi harus support dia, percayain dia, biar dia jadi diri dia sendiri, biar dia enjoy.
Kalau sudah begitu mungkin permainannya bakal keluar semua. Kalau terlalu tekan dan banyak nuntut dengan usia dia yang segini, pengalaman minim, takutnya malah Winny keganggu.
7. Setelah melihat performa ganda campuran di Indonesia Open 2019, bagaimana dengan peluang mereka di Olimpiade 2020?
Harus optimis ya. Sekarang ranking Praveen/Melati kan masuk enam besar, Hafiz/Gloria juga cukup tinggi. Ya saya berharapnya sih mereka bisa konsisten.
Tak harus juara, tapi mereka bisa konsisten ke semifinal dan final. Kalau bisa seperti itu saya rasa aman untuk lolos ke Olimpiade.
Namun, yang harus diwasapadai adalah kemarin saya lihat pemain Korea Selatan sudah main juga. Ini sudah mulai persaingan, Malaysia juga target ke sana jadi persaingan nambah.
Makanya makin dekat Olimpiade persaingannya itu makin susah. Makanya saya bilang yang penting Hafiz/Gloria, Praveen/Melati bisa terus belajar, evaluasi.
Saya selalu tekankan tak ada yang terlambat. Olimpiade masih tahun depan, memang tak lama, tapi yang penting masih ada waktu.
8. Sudah sekitar enam bulan Anda pensiun. Apakah sudah punya hasrat jadi pelatih?
Kemarin saya berbicara dengan Cik Susy Susanti—kepala bidang pembinaan dan prestasi PBSI. Dia bilang apakah saya kangen? Saya bilang tidak ya. Karena mungkin saya sudah mual dan sampai bosan kali ya.
Jadi setelah selesai sampai titik mentok dan saya berhenti. Ya mungkin saya hanya kangen suasananya saja.
Tapi kalau persiapan dan latihannya tidak lah, karena sangat melelahkan. Jujur kalau pertandingan itu kita stres.
Kita jadi atlet itu bukannya enjoy jelang laga, tapi stres persiapannya, lawan bagaimana, kondisi fisik, makan, dan lain-lain itu buat stres.
Sekarang bisa dibilang agak plong ya. Karena kalau saya sakit minum obat apa saja boleh. Jadi ya ada plus minus lah.
Tapi setelah saya berhenti saya bisa menikmati hasil saya. Waktu-waktu terikat seperti jam malam sudah tidak ada. Saya bisa lebih rileks dan enjoy.