Ya itu, kemarin saya juga nonton Praveen/Melati, biasanya waktu ada saya dan Tontowi, penonton pasti terfokus pada saya dan Owi—sapaan akrab Tontowi.
Jadi kalau mereka gagal tak apa-apa yang penting Owi/Butet bisa dapat hasil maksimal.
Saya bilang pada mereka bahwa ini yang harus mereka persiapkan. Karena setelah Owi/Butet tidak ada otomatis yang terbaik ranking-nya adalah Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria.
Seperti kemarin saya lihat Praveen/Melati memang tekanannya besar sekali ke mereka. Kalau mereka mainnya sedang bagus, mungkin enggak kalah.
Baca Juga: Berdarah Indonesia, Pebulutangkis Hong Kong Rindu Makan Mie Instan
Tapi kemarin terlihat banget saat tersusul, mungkin pemikiran mereka bagaimana nih. Di game kedua mereka sudah tak bisa berkembang lagi.
Wajar ekspektasi pendukung dan pencinta bulutangkis Indonesia inginnya Praveen/Melati dapat hasil yang terbaik.
Saya rasa mereka juga tidak mau kalah, tapi dari segi mentalnya itu saya rasa belum siap. Saya juga pernah mengalami hal itu.
Saya bisa hattrick juara All England, tapi di Indonesia Open awalnya saya dua kali final tak pernah menang.
Saya sempat berpikir kok aneh ya, All England yang katanya angker saya bisa mendapat hattrick gelar, kok di Indonesia Open tak bisa juara.
Baca Juga: Wawancara Liliyana Natsir: Tontowi Belum Bisa Move On (Bagian 1)
Setelah kita evaluasi, dari segi mental atau non teknisnya yang kita kurang. Karena kita tuan rumah kita ingin main maksimal, menggebu-gebu, dan kurang kontrol. Mungkin non teknisnya terlalu banyak yang kami pikirkan saat itu.