Suara.com - Prestasi besar belum lama ini diukir petinju Indonesia, Tibo Monabesa. Ia mengharumkan nama Indonesia setelah menjadi juara dunia kelas terbang ringan IBO pada, Minggu (7/7/2019) malam WIB.
Dalam duel di GOR Flobamora, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Tibo Monabesa mengalahkan sang lawan Omari Kimweri dari Australia, dengan kemenangan angka mutlak.
Duel yang juga disaksikan langsung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Gubernur NTT Viktor Laiskodat turut mengantarkan Tibo mencetak sejarah.
Ia menjadi petunju asal NTT pertama yang menjadi juara dunia tinju. Prestasi itu membuatnya sejajar dengan legenda tinju Tanah Air seperti Ellyas Pical, Chris John, dan Daud Yordan.
Baca Juga: Kemenangan Petinju Tibo Monabesa Jadi Kado Ultah Menpora
Karier Tibo Monabesa menuju pagelaran ring tinju dunia dilaluinya dengan tak mudah. Sebelum terjun jadi petinju, dia sempat bekerja sebagai sopir angkot di kawasan Jakarta.
Profesi itu dijalani Tibo pada 2011 selama kurang lebih satu setengah tahun, setelah sebelumnya sempat bekerja sebagai kuli bangunan.
"Setelah tamat SMA saya ikut bapak kerja jadi tukang bangunan. Setelah itu saya ke Jakarta sekitar tahun 2011, ikut paman," tutur Tibo mengisahkan awal perjalanannya menjadi petinju saat dihubungi Suara.com, Selasa (9/7/2019).
"Waktu itu memang tujuan saya ke Jakarta untuk menjadi seorang petinju. Saya cita-cita dari kecil menjadi petinju."
Baca Juga: Menpora Menang Lawan Chris John di Laga Tinju Dunia
"Tapi sampai di Jakarta saya tak langsung berlatih. Saya jadi sopir angkot dulu. Saya ikut teman-teman menjadi kenek, lalu dilatih mengendarai mobil, belajar mobil dan narik angkot sendiri," sambungnya.
Awal Karier
Harapan Tibo Monabesa menjadi petinju profesional baru muncul setelah mendapat tawaran dari Armin Tan pada pertengahan 2012. Saat itu Tibo sudah mulai berlatih bersama Pertina Tangerang.
Armin Tan disebut Tibo tertarik merekrutnya sebagai petinju profesional lantaran menganggap dirinya memiliki bakat dan kemauan yang keras.
Tibo awalnya enggan menerima tawaran Armin. Pasalnya, ia merasa curiga lantaran orang yang menawarinya pekerjaan berpenampilan bak preman dengan berbagai tato melekat di badan.
"Saya takut karena menganggap Pak Armin seperti preman. Saya tidak mau jika nantinya diajak bekerja untuk hal-hal negatif," kenang Tibo.
"Saya baru yakin Pak Armin baik saat dia membawa saya ke kantornya. Dari sana saya tahu dia bukan preman, melainkan seorang pengusaha," sambungnya.
Sejak saat itu Tibo Monabesa mulai fokus menggapai cita-cita masa kecilnya, dengan meninggalkan profesi sebagai sopir angkot.
"Saya memang digaji oleh Pak Armin, dimasukan sebagai karyawan. Tapi soal upah saya pikir sama saja. Jadi sopir angkot juga lumayan bisa mendapatkan omzet kira-kira Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu," bebernya.
Kini, cita-cita Tibo Monabesa menjadi juara dunia tinju telah terwujud. Dia bertekad akan mempertahankan gelar, dan berharap pemerintah mau mendukung ambisinya tersebut.
"Semoga ke depannya bisa banyak sponsor dan dukungan dari berbagai instansi. Saya berharap mendapat banyak dukungan, karena jika tidak bertanding lagi, maka gelar juara dunia ini bisa lowong," pungkas Tibo Monabesa.