Suara.com - Berbagai progam dicanangkan Perbasi demi meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia Basket atau FIBA World Cup 2023. Salah satunya melakukan naturalisasi pemain.
Ada dua opsi terkait naturalisasi pemain yang diprogramkan induk olahraga basket di Tanah Air tersebut.
Pertama, menaturalisai 10 pebasket muda Afrika di bawah usia 16 tahun. Naturalisasi usia dini dimaksudkan agar para pemain asal Afrika itu terdaftar sebagai WNI ‘murni’.
Opsi kedua menaturalisasi pebasket asing yang sudah matang atau memiliki jam terbang tinggi.
Baca Juga: Usai Hadapi Thurman, Pacquiao Sudah Ditunggu Petinju Muslim Ini
Jika memilih opsi ini, Indonesia praktis hanya bisa menggunakan satu pebasket impor dalam skuat, sesuai regulasi Federasi Bola Basket Dunia (FIBA).
Menanggapi rencana program Perbasi itu, Pelatih Timnas Basket Indonesia, Wahyu Widayat Jati mengaku lebih memilih opsi kedua.
Pasalnya, opsi menaturalisasi pebasket muda Afrika dinilainya tak menjamin jika sang pebasket bisa tumbuh sebagai pemain handal dalam kurun empat tahun ke depan.
"Kalau naturaliasai pemain muda kan harus dicari dibawah umur 16 tahun. Nah apakah kita ada dananya juga? Kedua juga apakah itu pemain muda juga bakal langsung jadi key player?" ujar Wahyu Widayat Jati saat dihubungi Suara.com, beberapa waktu lalu,.
"Tapi kalau ditanya perlu enggak menaturaliasi pebasket asing senior? Saya bilang perlu. Karena ya ada satu masalah bahwa Timnas kita kan perlu satu orang yang tinggi besar. Mungkin tingginya bisa diatas 2 meter lebih, sebagai solusi (postur kecil pebasket Indonesia)," pungkasnya.
Baca Juga: Bangkrut, Atlet Legendaris Ini Lelang Trofi untuk Bayar Utang
Perbasi sendiri telah menjalin kesepatakan dengan pemain asing CLS Knights Indonesia, Maxie Esho. Proses naturalisasi pebasket Amerika Serikat itu tengah berlangsung.