Suara.com - Di dunia balap Formula One (F1), Andreas Nikolaus Lauda atau lebih dikenal sebagai Niki Lauda adalah sosok tahan banting dengan kemauan baja. Bahkan beberapa julukan menunjukkan betapa bernyalinya lelaki kelahiran Wina, Austria, 22 Februari 1949 itu. Seperti "Yang Nyaris Dipeluk Maut" atau "Sang Pengecoh Maut" gara-gara keberaniannya untuk bertarung lagi, hanya enam pekan setelah mengalami nahas dalam F1 GP Jerman 1976 di Sirkuit Nuerburgring.
Saat itu, Niki Lauda berlaga di bawah bendera tim Ferrari dan tunggangannya terempas di tembok pembatas, lalu terbakar, sementara ia sendiri terperangkap di dalam kokpit dengan kondisi helm terlepas.
"Kerusakan tubuh paling parah, adalah bagian paru-paru, akibat saya menghirup asap panas beracun dan dijilat kobaran api saat masih berada di jok balap, sekitar 50 detik lamanya. Panasnya mungkin mencapai sekitar 800 derajat (Fahrenheit)," kenang Niki Lauda saat itu, sekitar satu dekade setelah kejadian, sebagaimana dikutip dari laman Scotsman.
"Dan bila 10 detik lagi saya tidak ditarik keluar oleh rekan driver lain, barangkali sudah tiada," imbuhnya seperti dikutip dari Telegraph.
Baca Juga: Honda CRF250 Rally Alami Penyegaran pada Dua Warna Baru
Setelah mengalami koma sekitar empat hari, dan paru-paru serta luka bakarnya dioperasi, ia pun bertarung di Sirkuit Monza, F1 GP Italia 1976 dan berhasil meraih peringkat keempat.
Bukan kondisi fisik carut marut di telinga kanan dan wajah membuat Niki Lauda risau setelah ia selamat dari petaka. Atau luka bakar masih basah saat akan terjun bertanding lagi. Namun semangatnya yang sempat surut pada latihan di hari pertama menjelang balapan. Saat memindahkan gigi dua pada tuas persneling hatinya tergetar hebat dan sempat terlintas, "Saya tak bisa balapan lagi."
Namun ia membangun rasa percaya dirinya dan berhasil kembali ke performa awal, setelah terjun di sekitar empat atau lima balapan.
Film "Rush" (2013) yang disutradarai Ron Howard dan ditulis oleh Peter Morgan bisa dijadikan referensi visual tentang semangat Niki Lauda (diperankan Daniel Bruehl), termasuk perseteruannya dengan driver asal Britania Raya, James Hunt (Chris Hemsworth).
Termasuk salah satu kejadian paling dikenang para penggemar F1 zaman old. Yaitu di F1 GP Jepang 1976, saat poin Niki Lauda hanya terpaut tiga angka lebih tinggi dibandingkan James Hunt, dan ia memutuskan tak melanjutkan balap karena kondisi trek banjir serta berkabut. Sebuah keputusan besar, dengan imbas Niki Lauda batal menjadi juara dunia 1976 setelah meraihnya pada 1975.
Baca Juga: Pemilu Pengaruhi Penjualan Sektor Otomotif, Penjualan Isuzu Naik 7,5 Persen
"Saya tak pernah menyesali keputusan itu. Dan tetap akan melakukan hal sama, bila terjadi di masa kini," tandasnya.
Laman berikut adalah peran Niki Lauda dalam F1 zaman now.
Toh ia berhasil mencetak prestasi gemilang, yaitu setahun kemudian merebut kembali gelar juara dunia 1977 bersama tim Ferrari, dan 1984 bersama tim McLaren. Tiga kali gelar juara dunia direngkuh Niki Lauda, setelah yang perdana pada 1975 bersama tim Ferrari.
Diberi julukan "The Computer" mengingat naluri bisnis, latar belakangnya sebagai keluarga kaya di Austria serta perhitungannya saat balap, kegiatan Niki Lauda setelah gantung helm pada 1985 adalah mengurusi bisnis maskapai penerbangan Lauda Air. Sebagai pemegang lisensi pilot komersial, ia pun tak jarang bertindak menjadi kapten penerbangan maskapai pribadinya itu.
Kegiatan lainnya di bidang F1, adalah menjabat sebagai penasehat tim Ferrari, lantas manajer Jaguar F1 Racing, dan kembali berbisnis transportasi udara yang ia namai Niki, setelah menjual Lauda Air kepada Austrian Airlines.
Niki sendiri kemudian diakuisisi Air Berlin, dan lima tahun kemudian, pada 2016, Niki Lauda mengambil alih sebuah maskapai penerbangan carter yang ia beri nama Lauda Motion dan kemudian dijualnya kepada Ryanair.
Sementara di pentas F1 zaman now, jabatannya adalah non-executive chairman tim Mercedes, salah satu tugasnya memberikan saran serta berdiskusi dengan drivernya, seperti Lewis Hamilton.
Ia sendiri disebut-sebut sebagai tokoh kunci meredam perseteruan antara Lewis Hamilton dan Nico Rosberg yang menjadi juara dunia F1 pada 2016.
Selain berkarya di bidang transport udara komersial dan tetap dekat ke dunia F1, Niki Lauda juga menelurkan lima buku tentang jet darat termasuk kisahnya, seperti My Years with Ferrari (1978) serta Formula 1: The Art and Technicalities of Grand Prix Driving (1975).
Di balik sosoknya yang energetic, sosok yang kadang disebut sebagai The Rat atau King Rat (maaf, mengacu kepada struktur gigi geliginya) dan semakin diperjelas di film "The Rush" dengan jurnalis menjuluki "The Rat (Niki Lauda) and The Prince (James Hunt)" untuk kompetisi ketat kedua driver ini, ada hal mungkin terlewat dari perhatian insan F1.
Yaitu, kondisi organ tubuhnya yang mungkin tak pernah pulih 100 persen dari kecelakaan fatal di F1 GP Jerman 1976. Niki Lauda harus menjalani operasi cangkok ginjal pada 1997 dan 2009, bahkan transplantasi paru-paru pada 2018. Namun ia tak kenal menyerah sampai wafatnya di Swiss pada 20 Mei 2019. Setelah dirawat lebih dari sepekan pada Januari 2019 karena influenza.
Seperti kata mutiaranya yang diunggah di laman sosial Instagram milik F1: F1 dikiritisi banyak pihak sebagai risiko yang tidak penting. Namun kehidupan macam apakah kalau kita hanya melakukan yang disebut penting?
Selamat jalan, Niki Lauda. Sosok yang selalu bersemangat di pentas balap F1 maupun dunia bisnis penerbangan. Juga dalam melakoni setiap detik kehidupan.